UGM memberikan pendampingan bagi masyarakat di sekitar Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK) yang berada di wilayah Kabupaten Blora dan Kabupaten Ngawi. Pendampingan dilakukan dalam pengembangan budi daya pakan ternak dengan pembuatan demplot tanaman rumput jenis Pekchong (Pennisetum purpureum cv. Thailand) dengan pola agrosilvopastural dan pengembangan teknologi pascapanen tanam jahe.
Selain memiliki fungsi utama sebagai hutan pendidikan, KHDTK UGM seluas 10.901 ha juga diharapkan memberikan kesejahteraan bagi masyarakat sekitar KHDTK. Salah satu upaya yang telah dilakukan adalah dengan membina Kelompok Tani Hutan (KTH) untuk mengembangkan agroforestri wanaternak (agrosilvopastural). Adapun salah satu komoditas yang dikembangkan di kawasan KHDTK adalah tanaman jahe yang berkhasiat sebagai bahan obat dan bumbu masakan.
Menurut Bowo Dwi Siswoko, dosen Fakultas Kehutanan UGM sekaligus ketua tim program pengabdian kepada masyarakat, mengatakan pada bulan September 2022 lalu telah dilakukan pelatihan dan praktek pemanenan tanaman jahe merah di petak 80 dengan pesanggem Pardi. Melalui kegiatan ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan warga terkait pengolahan jahe yang bisa meningkatkan nilai ekonomis jahe. Apabil jahe dijual dalam bentuk umbi jahe kering per kg berkisar antara Rp15-20 ribu. Namun, jika diolah menjadi serbuk/tepung jahe merah harga per kg bisa mencapai Rp100 ribu.
“Ada peningkatan yang signifikan untuk nilai jual jahe merah jika bisa diolah menjadi serbuk/tepung. Oleh karena itu, kebutuhan akan alat dan teknologi untuk mengolah umbi jahe merah menjadi serbuk merupakan hal yang mendesak dan penting untuk segera disiapkan,” paparnya.
Ditambahkan oleh Bayu Dwi Apri Nugroho, anggota tim pengabdian kepada masyarakat, proses pengolahan jahe merah menjadi serbuk/bubuk jahe merah. Tahap awal jahe merah dibersihkan lalu melalui tahapan pemarutan, pemerasan, penggorengan, penggilingan menjadi bubuk dan pengemasan. Adapun 1 kg jahe merah setelah diparut dan dicampur dengan daun serei, daun pandan dan gula pasir akan menghasilkan bubuk jahe merah sebesar 1 kilogram. Bubuk jahe merah dikemas dalam dua varian yakni 0,25 kg atau 0,5 kg.
Nantinya produk olahan jahe merah ini akan diberi label Bubuk Jahe Merah KHDTK UGM Lestari dan akan dipasarkan secara online maupun dijual langsung ke warung-warung terdekat. Produk bubuk jahe merah dari KHDTK UGM ini juga akan dititipkan di koperasi-koperasi yang dimiliki oleh Pemkab Blora dan Ngawi serta beberapa koperasi di lingkungan kampus UGM.
Bank Pakan Hijau
Pendampingan lain oleh UGM juga dilakukan dengan Kelompok Tani Hutan (KTH) untuk mengembangkan agroforestri wanaternak (agrosilvopastural). KTH yang telah dibina antara lain KTH Mustika Jati V yang berada di Desa Getas, Kabupaten Blora. Beberapa anggota KTH Mustika Jati V telah memiliki ternak dengan kandang yang berdampingan dengan tempat tinggal warga.
Badrus, ketua KTH Mustika Jati V, saat sosialisasi Tim PKM dari UGM menyampaikan bahwa selama ini sumber pakan ternak hanya mengandalkan pakan alami yang sering mengalami kesulitan terutama saat musim kemarau. Untuk mengatasai permasalahan tersebut, UGM lewat Program Kemitraan Masyarakat (PKM) melalui pengembangan budi daya pakan ternak dengan pembuatan demplot tanaman rumput jenis Pekchong (Pennisetum purpureum cv. Thailand) dengan pola agrosilvopastural di KHDTK UGM. Untuk penyediaan sumber air pada musim kemarau dilakukan pembuatan sumur celup (submersible) di dalam hutan yang masih terjangkau sumber listrik. “Kalau musim kemarau cari pakan sulit, jauh, perlu biaya bensin, habis waktu. Kalau ada program dari UGM untuk budi daya rumput yang lebih baik ya sangat senang” ungkapnya.
Dr. Rohman dosen di Fakultas Kehutanan UGM mengatakan bahwa dengan PKM tersebut bisa memberikan solusi tersedianya pakan ternak yang berkualitas sepanjang waktu.
“Budidaya rumput Pekchong dengan penyediaan sumber air berupa sumur submersible diharapkan seperti Bank Pakan Hijau, pakan yang tersedia setiap saat tanpa pengawetan” jelasnya.
Pembuatan demplot dilaksanakan pada akhir bulan Juni 2022 diawali dengan pembuatan sumur submersible dengan kedalaman sekitar 38 m. Pembuatan sumur dilakukan pada musim kemarau agar memperoleh kedalaman sumber air yang bisa bertahan sepanjang tahun. Selanjutnya pada pertengahan bulan Juli dilakukan pembuatan tanaman dengan bibit yang berasal dari 78 Farm yang merupakan peternakan kambing dan domba di Sleman, D.I Yogyakarta yang biasa mengembangkan budi daya Pekchong.
Tanaman demplot rumput Pekchong dibuat pada lahan seluas 700 m2. Lahan yang telah dibersihkan diolah khusus pada jalur tanam berupa jalur galian sedalam 10-15 cm, kemudian diberi pupuk kandang yang sudah matang. Selanjutnya bibit ditanam dalam larikan berjejer dan ditimbun kembali dengan tanah. Lahan yang sudah ditanami disiram setiap dua atau tiga hari. Kegiatan selanjutnya berupa pemeliharaan tanaman meliputi pemupukan sebanyak dua kali saat umur 1 dan 2 bulan, dan pemberantasan hama sesuai kejadian. Tanaman yang telah berumur 3 bulan dilakukan pemanenan secara bertahap sesuai dengan kebutuhan petani.
Panen perdana dari demplot seluas 700 m2 diperoleh rumput sebanyak 177 ikat dengan berat sekitar 15 kg per ikat atau produktivitas sekitar 38 ton/ha. Apabila dijual di pasar harga per ikat bisa mencapai Rp10.000, di tingkat petani sekitar Rp7.000 per ikat. Dengan hasil itu, per hektare tanaman Pekchong dari panen perdana dapat memperoleh sekitar Rp17.700.000. Selanjutnya tanaman Pekchong dapat dipanen setiap 2-2,5 bulan dan jumlah tunas akan bertambah sehingga panennya juga akan bertambah.
Badrus selaku Ketua KTH Mustika Jati V mengaku senang dengan adanya pengembangan budi daya pakan ternak dari UGM. Metode ini sangat bermanfaat karena dapat menjaga kontinuitas pakan ternak hingga sepanjang musim kemarau.
Hingga saat ini sudah ada 6 enam petani yang memanfaatkan bibit dari demplot untuk di tanam di lahan andil masing-masing.
“Keberadaan sumber pakan ini dapat menghemat waktu mencari rumput, kalau biasanya minimal 1 jam untuk ambil pakan, di sini cukup 15 menit sudah dapat banyak” kata Badrus.
Penulis: Ika