Oleh Dr. Mohamad Yusuf
“The journey is my home” – Muriel Rukeyser
“We’re seeing the other side of the river” – Unknown
Judul di atas menyiratkan optimisme saya terhadap masa depan pembangunan kepariwisataan di Indonesia. Pandemi Covid-19 yang akan segera berakhir, bukan hanya telah memberikan pukulan yang sangat telak, namun juga bekal yang berharga bagi pembangunan kepariwisataan Indonesia di masa mendatang. Pembatasan mobilitas dan interaksi sosial yang diberlakukan selama lebih dari dua tahun pada masa pandemi, tentu saja berdampak sangat besar terhadap dunia pariwisata. Kita telah menyaksikan industri pariwisata kolaps, dan begitu banyak pelaku pariwisata yang kehilangan pekerjaan. Namun demikian, pandemi Covid-19 juga memberikan bekal berharga mengenai bagaimana seharusnya pariwisata dibangun di atas fondasi yang kokoh dan tepat. Dunia pariwisata dituntut untuk segera bangkit dan berperan aktif dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Pembangunan kepariwisataan dalam kerangka sustainable development goals (SDG’s) telah mengamanatkan kepada kita untuk mengedepankan pada pembangunan People, Planet dan Prosperity. Maknanya adalah, bahwa pembangunan kepariwisataan harus dapat menjadi media untuk mengurangi segala bentuk keterbelakangan, dan memastikan bahwa setiap individu manusia dapat mengoptimalkan segala potensi yang dimilikinya dalam rangka meningkatkan martabat kemanusiannya. Pembangunan kepariwisataan juga harus bertujuan untuk keselarasan dan kelestarian lingkungan hidup. Pembangunan kepariwisataan harus berdampak minimal terhadap perubahan lingkungan hidup. Dalam pembangunan kepariwisataan juga harus memastikan bahwa semua individu yang terlibat di dalamnya dapat menikmati peningkatan taraf hidup dan kesejahteraan baik dalam aspek ekonomi, sosial dan budaya. Karena pada akhirnya, pembangunan kepariwisataan yang berkelanjutan harus dapat memenuhi kebutuhan dasar manusia, yaitu kesejahteraan.
Selaras dengan ketiga tujuan pembangunan di atas, Pandemi Covid-19 telah mengajarkan kepada kita untuk menambah dua tujuan lainnya yang juga sangat penting, yaitu Peace dan Partnership. Pembangunan kepariwisataan harus bertujuan untuk menciptakan masyarakat yang damai, adil dan inklusif yang terbebas dari rasa ketakutan dan tindak kekerasan. Tentu saja, tidak akan ada pembangunan kepariwisataan yang akan berkelanjutan tanpa adanya perdamaian dan begitu pula, tidak ada perdamaian tanpa pembangunan yang berkelanjutan. Selain itu, pembangunan kepariwisataan juga diharapkan dapat menciptakan kemitraan yang berskala global dengan semangat solidaritas bersama dalam rangka memenuhi kebutuhan mendasar kelompok masyarakat yang lemah dan rentan, melalui pelibatan dan partisipasi yang menyeluruh dari elemen masyarakat dan pemangku kepentingan.
Beragam usaha telah dilakukan oleh segenap pemangku kepentingan pariwisata, baik pemerintah pusat dan daerah, industri, media, masyarakat dan akademisi untuk menggerakkan kembali dunia pariwisata. Setidaknya terdapat lima pilar dalam pembangunan kepariwisataan harus senantiasa ditekankan, yaitu: pembangunan kepariwisataan yang berkualitas, berdaya saing, berkelanjutan, berdaya tahan, dan yang menyejahterakan. Esensi dari kelima pilar tersebut adalah bahwa setiap kegiatan pembangunan kepariwisataan harus dilakukan dengan mempertimbangkan kemampuan sumber daya yang tersedia dengan manfaat jangka panjang. Pembangunan kepariwisataan yang menitikberatkan pada kelima pendekatan di atas tentu saja merupakan sebuah konsep ideal bagi pariwisata karena mampu menyeimbangkan antara aspek ekonomi, lingkungan, dan sosial budaya. Dengan demikian, pemanfaatan sumber daya pariwisata dapat dilakukan secara lestari dan bertanggung jawab tanpa merusak atau mengurangi nilai sumber daya yang dimiliki. Hal ini dimaksudkan agar upaya komersialisasi (ekonomi) selaras dengan upaya konservasi sumber daya dan tetap dapat dimanfaatkan oleh generasi mendatang.
Pariwisata di era pascapandemi
Pandemi Covid-19 telah membawa begitu besar perubahan, dan memberikan fondasi yang penting dalam pembangunan kepariwisataan. Setidaknya, terdapat enam fokus pembangunan kepariwisataan pasca-pandemi. Pertama, adalah meningkatkan nilai tambah produk pariwisata. Pembangunan kepariwisataan haruslah disertai dengan upaya meningkatkan nilai tambah dari suatu produk di samping menciptakan produk unggulan yang unik sebagai unique selling dan berorientasi pada pemenuhan wisatawan, terlebih kepada wisatawan minat khusus.
Kedua, menguatkan tata kelola kepariwisataan yang berorientasi pada sinergi dan orkestrasi setiap pemangku kepentingan. Tata kelola kepariwisataan yang menitikberatkan pada orkestrasi seluruh aktor dan sektor pariwisata harus semakin diperkuat. Sebagai aktivitas yang lintas disiplin dan lintas sektoral, tentu saja pembangunan kepariwisataan harus selalu bersinergi, dan ego sektoral yang selama ini menjadi penghalang majunya pariwisata, sudah seharusnya diminimalkan.
Ketiga, memperhatikan daya dukung destinasi. Aspek lainnya yang menjadi arah pengembangan pariwisata pasca pandemi adalah dengan memperhatikan daya dukung di setiap destinasi pariwisata. Arah kebijakan pembangunan kepariwisataan tidak lagi menitikberatkan pada jumlah kunjungan sehingga akan menimbulkan dampak negatif bagi kelestarian atraksi dan destinasi wisata, melainkan adanya pembatasan yang sesuai dengan daya dukung maksimal yang dimiliki oleh setiap atraksi dan destinasi wisata tersebut. Tentu saja, penghitungan yang cermat terhadap daya dukung maksimal di setiap atraksi dan destinasi pariwisata harus dapat dilakukan.
Pandemi Covid-19 telah memberikan pembelajaran yang sangat berharga bagi pariwisata untuk senantiasa adaptif terhadap perubahan, termasuk terhadap bencana dan musibah yang selalu mengintai, baik dalam bentuk sosial, maupun fisik lingkungan. Oleh karenanya, aspek keempat yang harus menjadi fokus pembangunan kepariwisataan adalah terkait dengan persoalan mitigasi bencana dan musibah, serta perilaku wisatawan yang memperhatikan aspek keamanan dalam berwisata.
Hal yang tidak kalah pentingnya, yaitu aspek kelima, yaitu terkait dengan branding pariwisata. Penguatan positive image kepariwisataan yang menekankan pada aspek keselamatan dan kesehatan wisatawan harus diperkuat. Wisatawan harus terjamin keselamatannya ketika berwisata. Penekanan kepada Kesehatan dan keselamatan dalam berwisata melalui program CHSE (Cleanliness, Health, Safety dan environment sustainability) tentu saja harus selalu digalakkan dalam setiap promosi yang dilakukan. Terakhir dan mungkin yang paling penting dari itu semua adalah aspek keenam, yaitu penguatan kapasitas sumber daya manusia kepariwisataan. Pengembangan Upskilling, Reskilling dan Multiskilling untuk peningkatan kualitas SDM dalam melakukan pelayanan sesuai protokol kesehatan dan keselamatan, dan sertifikasi untuk aktivitas dan pelayanan tentu saja menjadi kunci keberhasilan pembangunan pariwisata pasca-pandemi.
Optimisme kita dalam menyongsong kebangkitan pariwisata di tanah air semakin menguat, jika semua aspek yang dipaparkan di atas dapat terpenuhi. Namun demikian, tentu saja, kita harus kembali kepada spirit dasar dalam pembangunan kepariwisataan, yaitu pembangunan kepariwisataan yang antisipatif, adaptif, inovatif dan kolaboratif, sehingga kebangkitan tersebut akan dapat lestari.