Hari Tubrekulosis diperingati pada 24 Maret setiap tahunnya. Ironisnya, dalam peringatan tahun ini Indonesia masih menjadi negara dengan beban tuberkulosis (TB) tertinggi kedua dunia setelah India. Data Global TB Report (GTR) tahun 2022 melaporkan kasus TB di Indonesia diperkirakan ada sebanyak 960.000 kasus baru setiap tahun. Kondisi tersebut memperlihatkan bahwa Indonesia masih memiliki pekerjaan rumah besar untuk pengendalian TB.
FKKMK UGM yang tergabung dalam penelitian operasional kolaborasi dalam program Zero TB Yogyakarta (ZTBY) berupaya secara aktif membantu percepatan eliminasi TB tahun 2030. Selain FKKMK UGM, ZTBY berkolaborasi dengan Pemerintah Provinsi DIY, Pemerintah Kota Yogyakarta, Pemerintah Kabupaten Kulon Progo, dan Burnet Institute Melbourne Australia.
Project Leader Zero TB Yogyakarta (ZTBY), dr. Rina Triasih., M.Med (Paed), Ph.D., menyampaikan tingkat deteksi kasus secara nasional pada tahun 2021 dinilai masih rendah di angka 45%. Salah satunya dikarenakan masih banyak orang yang sakit TB belum berobat ke fasilitas kesehatan. Ditambah penemuan kasus di Indonesia masih dilakukan secara pasif yang hanya menunggu pasien datang ke fasilitas kesehatan.
“Zero TB Yogyakarta ini kita melakukan pendekatan secara komprehensif yakni menemukan pasien TB, mengobati, dan mencegah penularan,” terangnya.
Peneliti pada Pusat Kedokteran Tropis UGM dan dosen di FKKMK UGM ini menjelaskan ada dua kegiatan utama yang dilakukan ZTBY yaitu menemuan kasus secara aktif dan inovasi pada kegiatan investigasi kontak diikuti dengan pemberian terapi pencegahan TB (TPT) jangka pendek.
Penemuan kasus TB secara aktif dilakukan dengan mendatangkan mobil rongten ke tengah-tengah masyarakat. Mobil rongten ini menyasar populasi berisiko tinggi TB seperti perkampungan padat penduduk/kumuh, lapas, asrama, panti jompo, balita, pasien HIV, dan orang-orang yang kontak dekat dengan penderita TB.
“Jadi kami ada inovasi rongten portabel dalam mendukung penemuan kasus TB di masyarakat. Jemput bola yang dilakukan secara masif memakai rongten portabel yang dilengkapi dengan kecerdasan buatan untuk membantu menginterpretasikan hasil foto rongten,”ungkapnya.
Kegiatan ZTBY dikatakan Rina telah dimulai pada awal tahun 2020 di dua kecamatan yaitu Gondomanan, Kota Yogyakarta dan Samigaluh, Kabupaten Kulon Progo. Lalu, di tahun 2021 kegiatan diperluas ke seluruh kecamatan di Kota Yogyakarat dan Kabupaten Kulon Progo. Berikutnya di tahun 2022 melakukan kegiatan skrining di seluruh kecamatan di Kabupaten Sleman. Kedepan rencananya kegiatan akan diperluas hingga ke Kabupaten Bantul dan Gunung Kidul.
Rina menambahkan ZTBY juga melakukan investigasi kontak dan pemberian TPT. Selain itu juga menginisiasi kegiatan dengan kelompok masyarakat lain.
E-Nose TB
Upaya penemuan kasus TB menjadi unsur penting dalam mewujudkan eliminasi TB di tahun 2030. Selama ini skrining TB paru di Indonesia dilakukan dengan pemeriksaan gejala. Hanya saja metode ini baru memiliki sensitivitas sebesar 70%. Foto thorax menjadi metode skrining dengan sensitivitasyang lebih tinggi yakni sebesar 87%. Namun foto thorax tersebut tidak praktis untuk skiring kasus TB secara aktif dan tidak memungkinkan dibawa ke daerah terpencil.
Oleh sebab itu, inovasi metode skrining yang mudah, murah, tidak invasif dan bisa menjangkau seluruh wilayah Indonesia termasuk daerah terpencil sangat diperlukan. UGM melalui Pusat Kedokteran Tropis mengembangkan tes pernapasan dengan perangkat electronic nose (e-nose) yang memiliki potensi tinggi untuk memenuhi kebutuhan skrining TB.
“Selain berbiaya produksi rendah, perangkat ini juga mudah dibawa karena instrumen yang portabel dan hanya memerlukan sedikit daya listrik,” jelas Direktur Pusat Kedokteran Tropis UGM, dr. Riris Andono Ahmad, MPH., Ph.D.
E-Nose TB memiliki mekanisme kerja seperti GeNose Covid-19 yang mendeteksi TB melalui embusan nafas. E-Nose bekerja dengan cara mendeteksi Volatile Organic Compound (VOC) yang terbentuk karena adanya infeksi TB yang keluar bersama nafas. Lalu embuan nafas yang masuk ke dalam kantong khusus akan diidentifikasi melalui sensor-sensor yang nantinya data diolah dengan keceredasan buatan (AI).
“Tes nafas tidak invasif dan sesuai digunakan bagi pasien yang kesulitan mengeluarkan dahak,”terangnya.
Penulis: Ika
Foto: Donnie