Keberadaan ikan wader (Rasbora lateristriata) di alam berada dalam ancaman kepunahan. Bahkan, statusnya dapat meningkat menjadi kritis jika kualitas habitat ikan wader mengalami penurunan yang sangat drastis sehingga tidak cocok untuk berkembang biak.
Demikan disampaikan oleh Prof. Dr. Ir. Djumanto, M.Sc., saat memaparkan pidato pengukuhan Guru Besar berjudul Tantangan Peningkatan Produksi dan Pelestarian Sumber Daya Ikan Asli Perairan Darat Indonesia, Selasa (9/5) di Balai Senat UGM.
Guru Besar Ilmu Manajemen Sumberdaya Perikanan Fakultas Pertanian ini menyebutkan terdapat sejumlah faktor utama yang mengancam keberadaan ikan air tawar asli perairan darat termasuk ikan wader. Ancaman tersebut sangat tinggi dengan jenis yang cukup beragam. Salah satunya adalah cara penangkapan ikan yang tidak ramah lingkungan misalnya menggunakan alat tangkap yang merusak seperti memakai setrum atau kejut listrik.
Selain itu, perliaku pemancing ikan maupun penggemar ikan yang kurang bertanggung jawab seperti melepaskan spesies ikan tertentu yang berakibat pada penurunan populasi ikan mangsa. Lalu, introduksi spesies asing yang invasif bisa menjadi kompetitor atau predator ikan asli.
Lebih lanjut ia menjelaskan gambaran perairan umum darat di DIY masih menyimpan sebanyak 47 jenis ikan meliputi 42 jenis ikan lokal/asli dan 5 jenis ikan introduksi yakni ikan red devil, guppy, nila, sapu-sapu, dan ekor pedang. Sementara berdasarkan status keberadaannya, ikan berstatus risiko rendah sebanyak 83%, ikan berstatus belum dievaluasi sebesar 13%, sedangkan yang berstatus informasi data kurang dan rentan masing-masing 2%.
“Spesies ikan yang berstatus rentan yaitu ikan wader (Rasbora lateristriata) bisa menjadi kritis ketika kualitas habitat ikan wader mengalami penurunan yang sangat drastis, sehingga tidak cocok untuk berkembang biak. Demikian halnya, ikan yang berstatus risiko rendah bisa menjadi rentan jika tingkat penangkapan dan gangguan antropogenik lainnya sangat tinggi,”urainya.
Perlindungan dan pelestarian terhadap ikan asli dikatakan Djumanto dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu pemanfaatan ikan terkendali, pembuatan reservat, penebaran atau restocking, pengendalian ikan invasif, domestikasi ikan asli, dan modifikasi habitat pemijahan.
Terkait modifikasi pemijahan, Djumanto menjelaskan bahwa sebagian besar ikan memijah bertepatan saat musim hujan ketika tersedia air yang melimpah dan kualitasnya baik. Sementara pada ikan wader pari (Rasbora lateristriata) yang mendiami sungai Ngrancah, pemijahan terjadi pada peralihan musim hujan dan kemarau ketika suhu udara rendah dan kandungan oksigen tinggi.
Pemijahan bisa dilakukan dengan menyediakan habitat pemijahan berupa cekungan yang berukuran sekitar 2 x 1 m2 dan rerata kedalaman air 30 cm dengan substrat dasar pasir pada sisi sungai dapat memicu ikan wader pari untuk datang dan memijah. Semakin banyak cekungan sebagai habitat pemijahan di sepanjang sisi sungai dapat meningkatkan peluang ikan wader pari untuk memijah sehingga populasinya akan tinggi. Mode yang sama dapat digunakan untuk jenis ikan lain yang menjadi target untuk dikonservasi, misalnya pada ikan uceng (Nemacheilus fasciatus).
Mengakhiri pidatonya ia kembali menekankan perlunya peningkatakan keanekaragaman sumber daya ikan perairan darat melalui berbagai upaya. Upaya menjaga keanekaragaman ikan asli dapat melibatkan kelompok masyarakat melalui edukasi, lomba atau sayembara, dan kegiatan lain yang bernuansa wisata. Pengendalian ikan invasif dapat dilakukan dengan edukasi dan mencegah tersebarnya ikan invasif di perairan umum.
Penulis: Ika
Foto: Donnie