Ulama asal Rembang sekaligus Pengasuh Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an LP3IA, K.H. Ahmad Bahauddin Nursalim, atau lebih dikenal sebagai Gus Baha, mengingatkan pentingnya kita untuk tidak lupa bersyukur atas nikmat yang diberikan oleh Tuhan yang Maha Esa. Menurutnya kelimpahan rezeki, harta, jabatan sepenuhnya bisa bermanfaat bagi orang banyak. Bagi Gus Baha, jabatan yang melekat pada seseorang dari Presiden, Menteri, Rektor hingga Dekan tidak semua orang bisa mendapatkannya. Oleh karena itu, ia berharap kesempatan itu digunakan sebaik-baiknya untuk kemaslahatan umat.
Hal itu disampaikan Gus Baha saat menerima kunjungan Rektor UGM bersama dengan rombongan di kediamannya di pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an LP3IA, Rembang, Jawa Tengah, Kamis (18/5).
Dalam kesempatan itu, Gus Baha mengingatkan agar setiap kedudukan yang disandang serta harta yang dimiliki bisa membantu orang miskin agar ekonominya menjadi sejahtera. Sebab, masih banyak orang miskin yang harus diperbantukan. Sepengetahuan Gus Baha, orang miskin umumnya berhutang dengan sesama orang miskin. Yang dihutangkan pun berkenaan dengan urusan untuk menyambung nyawa agar terus bisa melanjutkan hidup “Ketemunya antar orang miskin itu urusan beras, utang nyawa. Kan nggak mungkin orang miskin utang ke konglomerat. Sementara orang kaya dengan sesamanya, utang buat rumah dan beli mobil. Di luar sana banyak yang utang nyawa,” katanya.
Selain untuk membantu yang lemah, menurut Gus Baha, keberadaan orang kaya di masyarakat juga sangat diperlukan. Dengan adanya orang kaya berarti bisa menunjukkan adanya simbol kemakmuran bagi negara. “Saya ingin semua kita berguna. Kaya raya itu untuk simbol kemakmuran, agar negara kita dianggap. Kalau miskin terus diinjak-injak oleh negara lain,” jelasnya.
Saat seseorang jadi kaya raya, menurut Gus Baha, maka ia akan diuji oleh Tuhan untuk bisa membantu dan menolong orang lain. Begitu pun dengan orang miskin, ia pun akan diuji. “Yang miskin diuji, kadang bawaannya bisa muncul hasut dan benci. Bisa jadi yang kaya menganggap yang miskin itu fasik atau orang miskin menganggap yang kaya itu borjuis. Tergantung dari cara pandang. Jika cara pandang masyarakat kita selalu ingin memberi maka negara kita akan makmur,” tuturnya.
Meski begitu, imbuhnya, harta dan jabatan menurutnya bukanlah sebuah tujuan, sebab salah satu nikmat yang sering dilupakan adalah nikmat sehat dengan kondisi fisik kita yang masih bisa menyantap makan dengan baik dan berpakaian, sesuatu yang harus kita syukuri. “Kenapa nikmat paling kecil ini disebutkan oleh Allah SWT dalam Alquran. Supaya semua merasa punya Tuhan,” katanya.
Penulis: Gusti Grehenson