UGM diharapkan dapat bersikap tegas dan konsisten terhadap kebijakan pelarangan rokok masuk kampus yang telah dilkeluarkan dengan Peraturan Rektor Nomor 77/PII/SK/HT/2005. Dalam peraturan tersebut dijelaskan bahwa diberlakukan pelarangan partisipasi iklan atau sponsorship produk rokok dan minuman beralkohol. “Sebagai salah satu institusi pendidikan, UGM seharusnya memiliki sikap tegas terhadap campur tangan industri rokok di lingkungan universitas,†kata Koordinator Quit Tobacco Indonesia Fakultas Kedokteran (FK) UGM , Yayi Suryo Prabandari, Ph.D., Selasa (29/5), saat jumpa pers menyongsong peringatan Hari Tanpa Tembakau 31 Mei di kampus FK UGM.
Menurutnya, masuknya sponsorship dari industri rokok di lingkungan UGM belum lama ini menunjukkan UGM tidak konsisten dengan kebijakan yang dikeluarkan sebelumnya. Sesuai dengan Peraturan Rektor UGM Nomor 29/P/SK/HT/2008 tanggal 2 Januari 2008, UGM ditetapkan sebagai kawasan bebas rokok. “Dengan adanya kebijakan ini seharusnya UGM tidak menerima sponsorship dari industri rokok. Jadi, saat ini kami terus berupaya lakukan advokasi kembali agar semua pihak ingat dengan kebijakan yang sudah dikeluarkan,†terangnya.
Yayi juga berharap UGM lebih selektif dalam hal pemberian beasiswa untuk mahasiswa. Pasalnya, hingga saat ini tidak sedikit beasiswa yang didanai oleh perusahaan rokok. “Di Fakultas Kedokteran, saat ini sudah tidak lagi menerima beasiswa dari perusahan rokok,†kata Yayi.
Selain melakukan advokasi dalam bidang regulasi, Quit Tobacco Indonesia (QTI) FK UGM melakukan sejumlah upaya dalam rangka pengendalian masalah rokok, baik melalui bidang penelitian, pengembangan kurikulum, pemberdayaan masyarakat, maupun pengembangan klinik konseling berhenti merokok. “Dengan langkah tersebut diharapkan bisa membuahkan hasil yang optimal bagi pengendalian masalah merokok di Indonesia,†harapnya.
Di tingkat perguruan tinggi, QTI berupaya mengembangkan kurikulum pengajaran materi dampak rokok terhadap kesehatan yang diperuntukkan bagi mahasiswa calon tenaga profesional kesehatan atau calon dokter. “Sejak 2007, QTI telah mulai mengembangkan kurikulum tobacco education bagi mahasiswa kedokteran di Indonesia melalui pendekatan permaslahan rokok dan kesehatan secara komperehensif,†jelasnya.
QTI bekerja sama dengan Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta menggagas community outreach dengan membuat gerakan “Rumah Bebas Asap Rokok†di lingkungan komunitas RW Kota Yogyakarta. Gerakan tersebut bertujuan untuk mengurangi prevalensi perokok, membantu perokok mengkonsumsi rokok, dan melindungi orang bukan perokok. “Selama 3 tahun terakhir, QTI telah berhasil mendampingi 15 RW di Kota Yogyakarta,†terangnya.
Dari hasil evaluasi terhadap efektivitas kegiatan bebas rokok diketahui bahwa terjadi penurunan jumlah perokok. Sebelum adanya deklarasi rumah bebas asap rokok terdapat 87 persen perokok aktif dan setelah pendampingan turun menjadi 37,1 persen. “Sudah ada peningkatan pengetahuan tentang bahaya rokok dari 75% menjadi 95,2%,†tambahnya. (Humas UGM/Ika)