Wakil Ketua Dewan Peneliti Pusat Studi Transportasi dan Logistik (Pustral) UGM, Prof. Sunyoto Usman, menilai kebijakan penggunaan sepeda kampus tidak berjalan dengan optimal. Pasalnya, kebijakan yang dibuat tidak dikawal dengan baik. “Kebijakan ini akhirnya hanya bersifat imbauan saja sehingga berjalan tidak optimal karena dalam pelaksanaannya tidak dikawal,†katanya dalam Seminar Telaah Kritis Kebijakan Transportasi Kampus UGM: Mewujudkan Transportasi Kampus yang Berkeadilan, yang digelar Rabu (30/5) di Pustral UGM.
Sunyoto menyebutkan kebijakan yang dikeluarkan tidak diikuti dengan penyiapan infrastruktur yang matang sehingga menimbulkan ketidaknyamanan pengguna sepeda kampus. Demikian halnya dari sisi manajemen, jumlah sepeda kampus yang disediakan belum dapat memenuhi kebutuhan transportasi mahasiswa. Meskipun Universitas telah menyediakan sebanyak 800 unit sepeda kampus, jumlah ini belum mampu memenuhi kebutuhan transportasi alternatif mahasiswa baru yang berjumlah lebih dari 10.000 orang. “SDM yang mengaturnya pun tidak dipersiapkan dengan baik. Dalam sosialisasinya pun hanya ditujukan bagi mahasiswa angkatan 2011,†kata Guru Besar Fisipol UGM ini.
Menurutnya, pengambil kebijakan di kalangan pemerintah dan institusi di Indonesia pada umumnya membuat kebijakan hanya untuk kepentingan si pembuat kebijakan. Sunyoto mengibaratkan pengambil kebijakan seperti orang kampung yang membeli ayam kampung. “Mereka hanya menyiapkan kandang dan makanan, namun tidak memikirkan sisi lainnya. Seolah-olah hal yang dilakukan adalah yang paling benar,†tambahnya.
Disebutkan bahwa hal serupa juga terjadi di lingkungan UGM, salah satunya adalah dalam realisasi sepeda kampus. Universitas terlihat hanya mempersiapkan sarana dan prasarana, sedangkan mahasiswa yang disasar tidak diperhatikan. “Universitas hanya menyiapkan alat saja, sementara yang lain (mahasiswa) langsung disuruh menyesuaikan diri. Kebijakan bukan seperti itu, seharusya ada perencanaan adaptasi untuk mahasiswa,†terang Sunyoto.
Kebijakan seharusnya dibuat dari turunan visi dan misi yang selanjutnya berwujud menjadi program-program. Dalam pelaksanaannya, kebijakan terbuka untuk ditinjau kembali. “Seharusnya kebijakan bisa diprediksi dan ada dasar studinya, bukan sebuah coba-coba. Misal diprediksi akan gagal, pengambil kebijakan seharusnya bisa berlapang dada,†ujar Sunyoto.
Ia mengatakan perlu ada evaluasi terhadap kebijakan penggunaan sepeda kampus. Hal itu bertujuan agar kebijakan yang ada dapat bermaanfaat dan menyentuh semua kalangan. Untuk itu, Sunyoto menawarkan sebuah pendekatan Management of Infrastructure and Community Development (MICD) agar kebijakan yang dibuat tidak menjadi sia-sia. “Kebijakan yang ada harus terus dievaluasi agar bisa memberikan input untuk mengambil kebijakan, memperbaiki kebijakan ke arah yang lebih baik,†jelasnya.
Sementara itu, Kepala Seksi Gedung dan Ruang Direktorat Pengelolaan dan Pemeliharaan Aset (DPPA) UGM, Nunu Luthfi, mengatakan pengguna sepeda kampus dari waktu ke waktu menunjukkan kecenderungan yang semakin meningkat. Meskipun begitu, dalam beberapa hal memang masih terdapat sejumlah kekurangan dalam kebijakan ini. Untuk itu, pihak universitas selalu terbuka utuk dievaluasi. “Pelaksanaan kebijakan ini memang membutuhkan proses dan waktu. Untuk itu, kami mohon masukan dan juga dukungan untuk perbaikan ke depan,†pungkasnya. (Humas UGM/Ika)