YOGYAKARTA-Uji kompetensi wajib dilakukan untuk standardisasi kompetensi lulusan kesehatan. Di Provinsi DIY, uji kompetensi telah dilakukan pada beragam jenis tenaga kesehatan, seperti bidan, perawat, nutrisionis, sanitarian, dan radiografer. Menurut Ketua Majelis Tenaga Kesehatan DIY, Drs. Elvy Effendie, M.Si., Apt., jika di suatu provinsi belum terbentuk Majelis Tenaga Kesehatan Provinsi (MTKP), uji kompetensi dilaksanakan oleh Badan Mutu Pelayanan Kesehatan (BMPK) bersama dengan organisasi profesi. “Jadi, sertifikat kompetensi diterbitkan BMPK bersama dengan organisasi profesi, sedangkan untuk Surat Tanda Registrasi (STR) dikeluarkan oleh Dinkes Provinsi,†kata Elvy dalam Seminar Nasional Surat Tanda Registrasi dalam Profesionalisme Perekam Medis Indonesia, yang digelar di Auditorium LPP Yogyakarta, Sabtu (2/6). Acara ini diselenggarakan oleh Medical Record Family UGM.
Elvy menambahkan tenaga kesehatan rekam medis saat ini belum ada Kepmenkes yang mengatur lisensinya. Di DIY telah disepakati bahwa uji kompetensi untuk tenaga kesehatan rekam medis dilakukan dengan dua metode, yakni uji tulis oleh Majelis Tenaga Kesehatan Indonesia (MTKI) dan uji praktik oleh Perhimpunan Profesional Perekam Medis dan Informasi Kesehatan Indonesia (Pormiki). “Uji praktik bagi rekam medis belum akan diterapkan tahun ini,†katanya.
Dalam kesempatan tersebut, Elvy menyinggung tentang peran profesi perekam medis dan informasi kesehatan dalam sistem pelayanan kesehatan. Salah satu yang cukup penting ialah analisis terhadap diagnosis dan pengkodean penyakit sesuai dengan pedoman internasional yang ditetapkan oleh badan kesehatan dunia (WHO). “Ini yang tidak mudah dan saya yakin tidak bisa dilakukan oleh lulusan semacam LPK kesehatan,†kata Elvy.
Sementara itu, Dr. Dra. Gemala R. Hatta, M.R.A., M.Kes., pakar sekaligus pendiri Pormiki, menjelaskan perubahan paradigma dari rekam medis menjadi Manajemen Informasi Kesehatan (MIK) yang sudah banyak beralih kepada rekaman elektronis. Fokus MIK adalah pada manajemen operasional dan berkepentingan dalam menjamin rekam medis/rekam kesehatan elektronik yang akurat dan lengkap dengan biaya proses informasi yang efektif. “Kerja pada manajemen informasi kesehatan adalah mengelola informasi kesehatan dari segala sumber pelayanan kesehatan. Praktiknya sudah berangsur ke era rekaman elektronik,†kata Gemala.
Menurut Gemala, tanggung jawab profesional MIK ialah meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan dengan menjamin tersedianya informasi yang terbaik untuk pengambilan keputusan dalam setiap pelayanan kesehatan. Hal ini dapat dilakukan dengan mengelola data pelayanan kesehatan dan sumber-sumber informasi. Sementara itu, kegiatan MIK, antara lain, meliputi pemberian pelayanan kesehatan (SDM kesehatan), pembayar asuransi, pelaksanaan riset pada perangkat instansi pemerintah, pertukaran informasi kesehatan, serta penanganan rekam medis dan rekam kesehatan elektronis.
Senada dengan itu, praktisi rekam medis RSU Moewardi, Sri Martuti, S.K.P., M.Kes., mengatakan kegunaan surat tanda registrasi (STR) selain sebagai tolok ukur standar kompetensi setiap lulusan kesehatan, sekaligus juga menjadi salah satu syarat untuk memasuki dunia kerja, penerimaan pegawai, hingga peningkatan jenjang karier. “Akreditasi 2012 semua tenaga kesehatan harus terstandar yang dibuktikan file pegawai dilampiri sertifikat uji kompetensi dan STR. Jadi, perekam medik harus mau berubah, kreatif, inovatif, dan mampu menunjukkan eksistensinya,†kata Martuti. (Humas UGM/Satria AN)