YOGYAKARTA – Peneliti Pusat Studi Keamanan dan Perdamaian (PSKP) UGM, Rizal Panggabean, menilai polisi belum optimal dalam memelihara dan melindungi kebebasan beragama setiap warga negara. Sebaliknya, polisi sering datang terlambat saat berlangsung konflik keagamaan. “Biasanya polisi datang ketika keadaan sudah tegang atau datang saat serangan terjadi atau datang setelah benturan dan serangan terjadi,†kata Rizal Panggabean dalam diskusi ‘Polisi dan Pemolisian Agama’ di Fisipol UGM, Senin (4/6).
Yang lebih mengkhawatirkan, polisi lebih banyak memihak kelompok agama mayoritas dibandingkan dengan minoritas. Ia mencontohkan kasus di beberapa daerah, polisi muslim memihak muslim dalam kasus Ahmadiyah di Cikeusik dan Mataram. Polisi Kristen memihak masyarakat Kristen dalam kasus koflik komunal Islam-Kristen di Poso dan Ambon.
Tidak hanya itu, polisi juga lebih banyak melakukan aksi diam saat terjadi konflik. “Di Cikeusik, polisi ditugaskan hanya untuk merekam gambar saat warga Ahmadiyah dibantai. Tidak ada polisi dalam jumlah yang memadai untuk mencegah pembunuhan. Sementara itu, insiden di Palu barat, polisi yang datang tidak membawa senjata dan pemukul. Akibatnya, kelompok Madi membantai tiga perwira polisi,†ujarnya.
Rizal berpendapat bahwa ketidaktegasan polisi dalam menengahi konflik agama disebabkan oleh problem identitas. Sebagian polisi masih menganggap agama lebih penting dari profesi. “Bagi mereka, setelah tidak menjadi polisi, mereka adalah penganut agama,†imbuhnya.
Sebagai pengayom masyarakat, Rizal menilai polisi harusnya menjadi cermin masyarakat, termasuk paham keagamaan dan ideologisnya. Karena itu, polisi harus lebih mengedepankan kebebasan beragama. Kendati bukan pihak satu-satuya yang bertanggung jawab dalam memelihara dan melindungi kebebasan beragama, kerja sama polisi dengan para tokoh agama dan pemerintah mampu mencegah timbulnya konflik. “Ahmadiyah di Garut tidak ada konflik karena tokoh Ahmadiyah dan polisi bekerja sama. Berbeda dengan di Sukabumi. Di Singkawang, tokoh agama, polisi, dan pimpinan FPI diskusi ketika FPI akan melakukan demo di Singkawang,†kata dosen Fisipol UGM ini.
Rizal juga menyarankan pemimpin ormas keagamaan secara terbuka dan berulang kali memberikan dukungan kepada Polri untuk membela kebebasan beragama dan bertindak mengatasi konflik agama. Para tokoh agama juga harus sering tampil bersama dalam situasi krisis. (Humas UGM/Gusti Grehenson)