Mahasiswa Magister Profesi Psikologi, Fakultas Psikologi, Universitas Gadjah Mada, Andrian Liem, memperoleh Beasiswa Seni Budaya Indonesia (BSBI) dari Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) RI. Bersama dengan 12 anak muda dari Singapura, Malaysia, Thailand, Laos, Filipina, Vietnam, Myanmar, Australia, Selandia Baru, Kepulauan Fiji, dan 2 lainnya dari Indonesia, ia mengikuti Program Future Faith Leaders 2012 (FFL). Andrian Liem saat ini aktif dalam sebuah forum pemuda bernama Youth Interfaith Forum on Sexuality (YIFoS).
Para penerima beasiswa mendapatkan orientasi di Jakarta pada 21 Mei 2012 dan disambut oleh Kusuma Habir, Direktur Diplomasi Publik, di Kemenlu RI. Dalam kesempatan orientasi, Kusuma Habir menjelaskan program beasiswa ini bertujuan untuk mengenalkan dialog lintas agama di kalangan calon pemimpin agama di kawasan Asia Pasifik. “Beasiswa ini merupakan pelaksanaan dari Semarang Action Plan, hasil Regional Interfaith Dialogue ke-6 yang diselenggarakan di Semarang pada 11-15 Maret 2012 oleh 14 negara. Mereka adalah sepuluh anggota ASEAN bersama Australia, Selandia Baru, Fiji, dan Timor Leste,” ujar Kusuma Habir.
Azis Nurwahyudi, Kepala Subdirektorat Sosial Budaya, menjelaskan Program BSBI FFL merupakan kerja sama Kemenlu RI dengan Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta. Para penerima beasiswa selama tujuh minggu berkesempatan untuk belajar dan tinggal di universitas tersebut. Beasiswa diakhiri dengan kegiatan Indonesian Channel di Solo pada 14 Juli 2012. Mereka akan bergabung dengan 50 orang peserta program BSBI reguler dari 37 negara dan saat ini tengah berlangsung di Bandung, Solo, Surabaya, Denpasar serta Makassar.
Di Yogyakarta, kegiatan berlangsung pada tanggal 24 Mei 2012 dan para peserta disambut oleh Prof. Dr. Siswanto Masruri, Wakil Rektor Bidang Kerja Sama UIN, dan koordinator kegiatan, Dr. Muhammad Wildan dan Dr. Fatimah Husein, serta F. Bernard Loeis dan Tri Wulandari (Ditjen IDP Kemenlu RI) sebagai wakil dari Kementerian Luar Negeri.
Para peserta selama 45 hari, 24 Mei s.d 8 Juli 2012, tinggal di Club House UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Selain teori-teori, pengalaman praktis dari realitas kehidupan beragama dan berbudaya di Yogyakarta serta kota-kota sekitarnya juga didapatkan. Mereka mendapatkan pengayaan materi melalui diskusi dalam kelas yang dipandu oleh para pakar studi agama dan budaya. Peserta FFL juga akan lebih banyak diajak berinteraksi langsung dengan komunitas-komunitas agama dan budaya yang ada di Yogyakarta dan kota-kota sekitarnya, seperti Surakarta, Semarang, dan Magelang.
Berbagai komunitas pesantren, institusi pendidikan, seminari, monastery, pusat-pusat studi, komunitas penggiat budaya, dan komunitas marginal turut mendukung keberhasilan program FFL ini. “Selain itu, para peserta juga diajak untuk mengenal Indonesia dengan belajar bahasa Indonesia dan pencak silat,” terang Muhammad Wildan.
Dr. Fatimah Husein merasa optimis dan meyakini para peserta program ini akan “berubahâ€, terutama dalam hal persepsi terhadap kehidupan beragama dan berbudaya di Indonesia. Terlebih lagi kondisi di Indonesia dalam dekade terakhir ini terlanjur lekat dengan stigma buruk, seperti kekerasan dan radikalisme. “Dengan pengalaman dan pengetahuan yang didapat dari program ini, diharapkan kelak para peserta akan menjadi pemimpin yang bijak dan dapat memperkenalkan citra keragaman dan kerukunan Indonesia setelah mereka kembali ke negara masing-masing,” kata Fatimah Husein. (Humas UGM/ Agung)