Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang RPJPN 2005-2025 mengamanatkan bahwa pembangunan aparatur negara dilakukan melalui reformasi birokrasi untuk mendukung keberhasilan pembangunan bidang-bidang lain. Terkait dengan hal itu, Grand Design dan Road Map Reformasi Birokrasi ditetapkan sebagai rancangan induk dan peta jalan untuk mewujudkan amanat tersebut.
Dalam hubungan tersebut, makna reformasi birokrasi merupakan perubahan besar dalam paradigma dan tata kelola pemerintahan Indonesia. “Reformasi birokrasi juga bermakna sebagai sebuah pertaruhan besar bagi bangsa Indonesia dalam mengarungi abad ke-21,” ujar Ismail Mohammad saat menyampaikan sambutan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi dalam Seminar Nasional Tantangan dan Peluang Reformasi Birokrasi di Indonesia, di Hyatt Regency Hotel, Yogyakarta Sabtu (2/6).
Jika pertaruhan dalam melaksanakan reformasi birokrasi berhasil dilaksanakan dengan baik, dapat dipastikan Indonesia menjadi negara yang memiliki birokrasi bersih, kompeten, dan melayani. Indonesia pun mampu meningkatkan mutu perumusan dan pelaksanaan kebijakan/program pemerintah serta mampu mengurangi dan menghilangkan setiap penyalahgunaan kewenangan publik. “Tentu menjadikan birokrasi Indonesia antisipatif, proaktif, dan efektif dalam menghadapi globalisasi dan dinamika perubahan lingkungan strategis serta meningkatkan mutu pelayanan publik,” kata Ismail Mohammad, Deputi Program dan Reformasi Birokrasi.
Disebutkan bahwa kebijakan dan program reformasi birokrasi yang tertuang dalam Grand Design dan Road Map, antara lain, mencakup berbagai langkah perubahan di semua aspek manajemen pemerintahan dari aspek organisasi, tata laksana, sumber daya manusia aparatur, peraturan perundang-undangan, pengawasan, akuntabilitas, pelayanan publik dengan melakukan perubahan budaya kerja aparatur (culture-set dan mind-set). “Adapun pelaksanaan dari kebijakan dan program reformasi birokrasi dilakukan melalui proses yang terdesentralisasi, serentak, dan bertahap serta terkoordinasi,” imbuhnya.
Sementara itu, Sekjen Kemdikbud, Prof. Ainun Na’im, M.B.A., Ph.D., menilai organisasi birokrasi saat ini terlalu besar. Ia beranggapan bahwa beberapa organisasi birokrasi belum tepat fungsi dan tepat ukuran serta terlalu banyak hirarki. Akibatnya, tumbuh perilaku KKN dan SDM yang kurang memenuhi standar kompetensi organisasi sebagai akibat sistem rekrutmen yang diwarnai KKN. Di samping itu, banyak terjadi pula tumpang tindih kewenangan dan disharmonisasi kebijakan. “Kita bisa melihat kualitas pelayanan rendah, waktu pelayanan yang lama karena panjangnya hierarki, biaya yang mahal, dan terjadi ketidakpastian hukum. Kondisi inilah yang mengakibatkan pola pikir, mind-set dan budaya kerja, culture-set yang tidak mendukung kinerja organisasi,” tuturnya dalam seminar yang digelar oleh MEP UGM ini.
Selaku Ketua Tim Reformasi Birokrasi Kemdikbud, Ainun Na’im menyatakan reformasi yang dilaksanakan di lingkungan Kemdikbud telah sesuai dengan Rancangan Reformasi Birokrasi Nasional. Bahkan, berbagai hasil survei memperlihatkan reformasi birokrasi yang dijalankan mampu meningkatkan integritas pelayanan publik, efisiensi, dan efektitas pelayanan di lingkungan Kemdikbud. “Keberhasilan lebih lanjut tentu tidak lepas dari Program Strategis Reformasi Birokrasi Nasional,” katanya. (Humas UGM/ Agung)