YOGYAKARTA-Target pemerintah dalam mencapai Millennium Development Goals (MDGs) atau tujuan pembangunan milenium di tahun 2015 masih menghadapi banyak kendala, antara lain, terus bertambahnya jumlah penduduk dan kerusakan lingkungan, seperti hutan. Hal ini mengemuka dalam seminar setengah hari bertema Dinamika Kependudukan dan Lingkungan Hidup dalam rangka Menyongsong Pencapaian MDGs 2015, yang digelar di Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan (PSKK) UGM, Kamis (7/6).
Direktur Analisis Dampak Kependudukan, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional, Drs. Suyono Hadinoto, M.Sc., menjelaskan dampak laju pertumbuhan penduduk terhadap lingkungan hidup, antara lain, makin berkurangnya lahan produktif dan alih fungsi lahan, seperti sawah/perkebunan menjadi permukiman dan kawasan industri. “Karawang, misalnya, yang dulu terkenal sebagai lumbung pangan nasional, sekarang lahannya sudah banyak berubah menjadi pabrik serta permukiman,†kata Suyono.
Di samping itu, terus bertambahnya jumlah penduduk mengakibatkan semakin berkurangnya luas hutan konservasi akibat tuntutan pembukaan areal perkebunan rakyat/swasta. Suyono mencontohkan munculnya beberapa konflik di tengah masyarakat, seperti kasus Mesuji di Lampung. Dampak lain yang muncul ialah makin meningkatnya limbah padat (sampah), yang dapat menyebabkan pencemaran lingkungan bila tidak dikelola dengan baik. “Makin meningkatnya pencemaran air sungai, waduk, dan danau sebagai akibat peningkatan jumlah limbah cair juga disebabkan oleh laju pertumbuhan penduduk. Lihat saja di Sungai Ciliwung itu, tiap tiga bulan sekali menjadi tempat pembuangan limbah,†ujarnya.
Sementara itu, Asisten Deputi Data dan Informasi Lingkungan Hidup, Johny P. Kusumo, mengatakan kelestarian lingkungan hidup, salah satunya hutan, turut berperan dalam mencapai target MDGs. Ia memberikan gambaran degradasi hutan Indonesia dan penurunan keanekaragaman hayati terjadi dalam skala besar sebelum tahun 2002 sebagai akibat dari praktik pengelolaan hutan yang tidak lestari, pembalakan liar, kebakaran hutan, dan alih fungsi hutan untuk pemanfaatan lainnya.
Di samping itu, rasio penggunaan energi per PDB Indonesia cenderung menurun. Hal ini menunjukkan semakin efisiennya penggunaan energi. Meski demikian, pemakaian energi tak terbarukan di Indonesia meningkat dua kali lipat antara tahun 1990 dan 2008. Selain menimbulkan emisi yang berpengaruh pada perubahan iklim, ketersediaan energi tak terbarukan semakin terbatas. “Hal ini menyebabkan adanya ancaman krisis energi di masa mendatang,†tutur Johny.
Khusus untuk mengatasi laju deforestasi, pada tahun 2008 pemerintah telah meningkatkan luas area hutan yang dilindungi dan kawasan lindung perairan secara signifikan. Pemberantasan illegal logging di berbagai daerah dilakukan untuk mempertahankan luas kawasan hutan dan kawasan konservasi tersebut. Kebijakan lain yang akan ditempuh pemerintah ialah mengurangi laju kehilangan keanekaragaman hayati dan mencapai pengurangan yang signifikan pada 2015. Selain itu, menurunkan separuh proporsi penduduk tanpa akses terhadap air minum yang aman dan layak serta sanitasi dasar, juga mencapai perbaikan yang berarti dalam kehidupan penduduk miskin di permukiman kumuh (minimal 100 juta) pada tahun 2020. (Humas UGM/Satria AN)