Semakin kuatnya gaya hidup hedonis di zaman sekarang ini, tidak mudah bagi para dokter gigi untuk menegakkan etika kedokteran gigi. Dalam menjalankan profesi nanti bisa dipastikan para dokter gigi baru akan menghadapi situasi dimana akal susah menerima suara hati nurani. “Hal tersebut wajar terjadi, namun peribahasa mengatakan adalah bisa karena biasa, artinya sesuatu yang sulit akan menjadi mudah bila dibiasakan. Dengan meyakini bahwa suara hati nurani adalah suara Tuhan, Insya Alloh, zaman hedonis bukan lagi menjadi penyulit dalam menjalankan sumpah atau janji yang telah diucap,” ungkap Kepala Balai Pelatihan Kesehatan Propinsi DIY, drg. Jaka Supriadi, M.Si pada pelantikan 43 dokter gigi baru FKG UGM, Rabu (27/6).
Menyampaikan pidato tertulis Kepala Dinas Kesehatan Propinsi DIY, Jaka Supriadi menyatakan hingga saat ini penyakit gigi atau jaringan periodontal masih menduduki 10 besar penyakit di hampir semua Puskesmas. Kondisi ini sudah berlangsung cukup lama, sebanding dengan lamanya program kesehatan gigi dan mulut di Puskesmas. “Semua metode pelayanan kesehatan sudah dilakukan, mulai kuratif, promotif, preventif dan rehabilitative, namun angka penyakit tidak cukup signifikan bergeser dari 10 besar penyakit di Pukesmas,” katanya.
Tentu menjadi sulit mencari sumber kesalahan, apakah pada sistim kesehatan atau program kesehatan yang kurang tepat. Ataukah SDM yang tidak memiliki kompetensi. Banyak spekulasi muncul menanggapi situasi tersebut, namun sebagai insan yang telah berniat mengabdi pada dunia kesehatan sekaligus anggota masyarakat perlu untuk melakukan introspeksi. “Apa-apa saja yang sudah kita berikan pada lingkungan sekitar. Sebagai profesional kesehatan, kita semua tidak hanya dituntut untuk dapat mengimplementasikan profesi yang dimiliki secara baik dan benar, namun kita dituntut pula untuk mampu memberikan contoh kepada lingkungan sekitar kita akan pelaksanaan pola hidup bersih dan sehat,” imbuhnya.
Dihadapan para dokter gigi baru, Dekan FKG UGM, Prof. Dr. drg. Iwa Sutardjo Rus Sudarso, S.U., SpKGA(K) berpesan sebelum terjun ditengah masyarakat sebagai tenaga profesional kesehatan gigi, para dokter gigi baru diharapkan selalu mengkaji dan menghayati apa-apa yang sudah diperoleh selama menempuh pendidikan di FKG UGM. Sehingga dalam memecahkan persoalan selalu didasari sikap profsional dengan pendekatan keilmuan. “Semua diaplikasikan secara baik dan penuh rasa tanggungjawab. Jangan sampai melakukan cabut gigi saja, tanpa berlandas ilmu dan penelitian yang pernah dilakukan,” katanya.
Sebanyak 43 dokter gigi baru, terdiri dari 37 dokter gigi wanita dan 6 dokter gigi pria. IPK tertinggi S1 (sarjana kedokteran gigi) diraih Fajar Kumalasari dengan IPK 3,79. IPK tertinggi klinik 4,00 diraih 4 lulusan Agnis Sabati Elfina Aci, Fitri Diah Oktadewi, Diana Evikawati dan Veni Wira. Sementara penghargaan dokter gigi terbaik diraih Tasya Adistya (36,21 poin), Fransiska (31,42 poin) dan Veni Wira (30,78 poin). (Humas UGM/ Agung)