YOGYAKARTA – Bencana longsor dapat dikurangi dampaknya apabila masyarakat memahami karakteristik wilayah rawan bencana, objek yang rentan bahaya, dan kapasitas individu serta masyarakat dalam menghadapi bencana. Akan tetapi, sebagian besar penduduk masih menggantungkan hidupnya dari sektor pertanian dengan menggarap lahan pertanian di sekitar lereng gunung berapi yang berpotensi rawan bencana longsor.
Di kompleks Gunung Api Arjuno, Jawa Timur, wilayah penghubung Malang, Kediri, dan jombang sebenarnya termasuk daerah fungsi kawasan hutan lindung. Namun, saat ini diarahkan pengembangan perekonomian sebagai kawasan pertanian dan pariwisata. Topografi berbukit dan bergunung banyak dimanfaatkan petani untuk pertanian semusim sehingga meningkatkan kejadian bancana longsor lahan. Kejadian longsor lahan yang diinventarisasi pemerintah daerah setempat dari 2002-awal 2009 menimbulkan kerugian infrastruktur 3,5 miliar rupiah. “Hampir 50% longsor lahan terjadi pada penggunaan lahan tegalan tanpa vegetasi,†kata Nugroho Hari Purnomo, S.P., M.Si. dalam ujian terbuka promosi doktor di Fakultas Geografi, Sabtu (7/7). Bertindak selaku tim promotor, Prof. Dr. Sutikno, Dr. Sunarto, M,S., dan Dr. Luthfi Muta’ali, M.S.P.
Dosen jurusan Pendidikan Geografi, Universitas Negeri Surabaya ini mengatakan tipe longsor lahan di daerah sekitar Gunung Api Arjuna dalam bentuk jatuhan bahan rombakan, longsoran bahan rombakan, longsoran tanah, dan nendatan tanah. Namun, dari berbagai tipe tersebut lebih banyak didominasi longsoran tanah. “Besarnya luasan longsor lahan dipengaruhi oleh curah hujan, ketebalan lapukan batuan, dan kemiringan lereng,†ujarnya.
Menurutnya, kapasitas petani sangat berpengaruh terhadap persepsi bencana longsor lahan. Semakin tinggi tingkat pendidikan dan pengetahuan petani akan mempengaruhi kejadian longsor lahan. “Petani yang berpendidikan rendah dan berumur tua lebih banyak mengolah lahan pada lereng dengan kemiringan tinggi,†katanya. Nugroho mengusulkan perlu ditingkatkan kapasitas petani melalui pendidikan dan peningkatan pengetahuan tentang pentingnya konservasi lahan dan bahaya longsor.
Ketua tim promotor, Prof. Dr. Sutikno, mengatakan penelitian ini cukup bermanfaat untuk mengetahui seberapa besar pentingnya mitigasi bencana di daerah rawan longsor di daerah gunung api strato kuarter. Pasalnya, bencana longsor lahan
dari waktu ke watktu kian meningkat. “Penelitian longsor di daerah gunung api sangat jarang dilakukan. Padahal, Indonesia memiliki 219 gunung aktif, termasuk gunung api srato ini,†katanya. (Humas UGM/Gusti Grehenson)