BATANG – Perkebunan Teh Pagilaran yang dikelola Fakultas Pertanian UGM melalui PT. Pagilaran terus melakukan inovasi untuk menghasilkan jenis klon teh unggulan. PGL, merupakan salah satu jenis klon teh yang tengah dilakukan uji multilokasi sejak tahun 2006 lalu. Keunggulan PGL dibanding dengan teh yang sudah diproduksi Pagilaran sebelumnya, memiliki tingkat produksi tinggi dan tahan terhadap serangan cacar daun. “Ada 9 calon varietas teh yang akan dilepas dengan nama PGL,†kata Dr. Ir. Taryono, M.Sc dosen pertanian saat mendampingi 24 mahasiswa magang ke PT. Pagilaran, Rabu (11/7).
Taryono mengatakan PGL mampu menghasilkan produksi 5,8 ton per hektar. Jumlah tersebut melebih dari rata-rata produksi TRI 2024 dan TRI 2025 yang hanya mampu menghasilkan 3-4 ton per hektar. “Masih uji multilokasi, sementara PGL masih ditanam di 1.000 meter persegi,†katanya.
Kepala Unit Produksi Ir. Tenterem Raharjo, mengatakan pengembangan klon PGL ini dilakukan untuk meningkatkan kualitas teh yang diproduksi oleh PT Pagilaran di masa mendatang. “Karena 90 % produksi teh kita berorientasi ekspor,†kata Tenterem.
Ia menerangkan, saat ini Pagilaran mengelola perkebunan teh seluas 1.113 hektar. Melibatkan 2.000 karyawan dan pemetik teh. Setiap hari Pagilaran memproduksi sekitar 35-40 ton teh kering. “Kapasaitas pabrik kita baru sampai 35 ton,†kata alumnus fakultas pertanian yang bekerja sejak tahun 1986.
Dia menambahkan, untuk kepentingan penelitian dan pengembangan, Pagilaran memiliki kebun poliklonal seluas 2,5 hektar yang berhasil mengembangkan tujuh klon teh hasil silangan. Ketujuh jenis klon teh tersebut, meliputi SA 40, malabar 2, TRI 2025, PS1, Kiara 8, SKM 118, dan Cinyuruan.
Dikelola UGM
Pabrik teh Pagilaran yang terletak di pegunungan Pagilaran, Kabupaten Batang, Jawa Tengah ini awalnya milik seseorang berkebangsaan Belanda tahun 1899. Lalu, perkebunan teh ini diambil alih oleh perusahaan Belanda. Pabrik teh ini sempat terbakar hingga berhent total. Akhirnya dibeli oleh perusahaan Inggris pada tahun 1922. Saat Jepang masuk, sempat dikuasai selama 3 tahun, 1942-1945. Dua tahun Kemduan, kembali dikuasai Inggris selama dua tahun, 1947-1949.
Lima belas tahun kemudian, 23 Mei 1964, perkebunan teh ini diserahkan kepada UGM melalui Menteri pertanian Prof. Ir. Toyib untuk dijadikan sarana pendidkan dan penelitian mahasiswa. Pengelolaannya diserahkan kepada Fakultas Pertanian UGM. “Bisnis perdagangan ini lah yang membuat kebun teh bisa bertahan hingga kini, †kata Taryono.
Sebagai tempat untuk pendidikan dan penelitian mahasiswa, Pagilaran selalu menerima mahasiswa magang dari UGM. Biasanya, mereka ditempatkan selama 3 minggu untuk mengenal lebih jauh tentang pengelolaan perkebunan dan pabrik teh. Dimulai dari budidaya, pembibitan, pemetikan, penggilingan, pengeringan hingga pengepakan. “Agar mereka tahu bagaimana mengelola perusahaan pabrik teh, dengan baik,†ujar Taryono. (Humas UGM/Gusti Grehenson)