YOGYAKARTA – Fakultas Teknologi Pertanian (FTP) UGM bekerjasama dengan Direktorat Jenderal Perkebunan, Kementerian Pertanian, mengembangkan sentra agroindustri komoditas kakao di provinsi DIY. Rencananya setiap desa penghasil kakao akan dibangun sentra agroindustri pengolahan kakao untuk dijadikan model percontohan. Nantinya akan diterapkan di desa-desa lain penghasil kakao di seluruh Indonesia. “Tujuannya untuk meningkatkan produksi dan nilai tambah komoditas kakao,†kata Dekan FTP Dr. Ir. Djagal Wiseso Marseno, M. Agr, usai penandatangan nota kesepahaman kerjasama sistem pengembangann kakao berkelanjutan dan peningkatan nilai tambah, di Hotel Quality Yogyakarta, Kamis (12/7).
Djagal menuturkan, Kulon Progo menjadi daerah terbesar penghasil kakao di Yogyakarta. Namun tidak menutup kemungkinan bagi daerah lain untuk dikembangkan hal yang sama. Desa-desa penghasil kakao ini akan diberikan input teknologi pengolahan kakao untuk meningkatkan kualitas biji kakao fermentasi. Menurut Djagal, rendahnya mutu biji kakao disebabkan penanganan pascapanen yang belum selesai dan sebagian besar biji kako yang dihasilkan belum terfermentasi. “ FTP UGM akan membantu teknologi mempercepat proses fermentasi,†tandasnya.
Dirjen Perkebunan, kementan, Ir. Gamal Nasir. MS., mengatakan pemerintah mencanangkan Indonesa sebagai penghasil biji kakao terbesar di dunia pada tahun 2014. Saat ini, Indonesia masih berada di posisi ketiga, setelah Pantai Gading dan Ghana. “Negara kita masih pemasok utama kebutuhan biji kakao dunia, sebesar 13,6 persen. Produksi kita saat ini capai 809 ribu ton,†katanya.
Ia menambahkan, komoditas kakao manjadi salah satu komoditas unggulan perkebunan nasional sebagai penghasil devisa, sumber pendapatan petani, pencipataan lapangan kerja dan mendorong tumbuhnya agribisnis dan agro industri. “Usaha perkebunan kakao sekitar 93 % diusahakan lewat perkebunan rakyat yang melibatkan 1,4 juta kepala keluarga,†ujarnya.
Kendati demikian, pengembangan perkebunan kakao nasional belum mencapai tingkat optimal karena menghadapi berbagai kendala, diantaranya, penurunan produktivitas tanaman kakao akibat kurang perawatan dan serangan hama. Rendahnya mutu biji kakao yang belum sesuai dengan ketentuan yang dipersyaratkan. “Sebagian besar biji belum terfermentasi,†pungkasnya. (Humas UGM/Gusti Grehenson)