YOGYAKARTA-Dakwahtainment saat ini semakin semarak dan selalu menghiasi layar televisi khususnya di pagi hari. Dakwah yang terkadang diselingi humor tersebut menjadi komoditas masyarakat sehari-hari. Salah satunya acara Hati ke Hati di ANTV. Acara yang dikemas dalam model ‘curhat’ ini menyedot perhatian masyarakat luas. Ini terlihat antara lain dari antrian panjang untuk menjadi pemirsa studio dari Majelis Ta’lim yang berasal dari seluruh Indonesia.
Sayangnya, acara Hati ke Hati ini dinilai berperan terhadap meningkatnya budaya instan masyarakat dan berkontribusi secara negatif terhadap bobot pemikiran dan pemahaman mengenai konstruksi jender dalam Islam, khususnya di kalangan perempuan Indonesia.
“Ini kesimpulan yang diperoleh tim peneliti setelah melakukan penelitian selama kurang lebih lima bulan dari bulan Februari-Juni 2012,â€papar peneliti dari Indonesian Consortium for Religious Studies (ICRS) Dicky Sofjan, Ph.D pada Workshop Agama, Jender dan Media di Indonesia Produksi Pengetahuan, Komunikasi dan Komodifikasi Agama, Selasa (17/7) di Sekolah Pascasarjana UGM.
ICRS merupakan program kerjasama tiga universitas di Yogyakarta, yaitu UGM, UIN Sunan Kalijaga, dan Universitas Kristen Duta Wacana (UKDW). Penelitian itu juga melibatkan peneliti lainnya, yaitu Elis Zuliati Anis, M.A., Faishol Adib, M.A., dan Mega Hidayati, Ph.D.
Dicky menambahkan temuan lain dalam penelitian tersebut acara menjadi penyebaran hal-hal yang pribadi, seperti aib, fitnah dan ghibah. Banyak pertanyaan dan pembahasan yang muncul terkait perselingkuhan, poligami serta seksualitas.
“Tidak sedikit ibu-ibu yang curhat dan membicarakan misal suaminya selingkuh atau ingin poligami dll. Jadi terkadang aib atau rahasia pribadi muncul,â€kata Dicky.
Acara yang mengambil segmen perempuan dan masyarakat menengah ke bawah ini diakui cukup sukses karena mengetengahkan 70% tuntunan dan 30% tontonan. Tema yang diangkat pun terkait dengan kehidupan keagamaan sehari-hari. Namun, dalam membawakan acara sosok Mamah Dedeh selaku pe dinilai tidak konsisten.
“Kadang memberikan penguatan, tapi kadang justru melemahkan pada isu gender. Misal soal poligami Mamah Dedeh mengatakan agar perempuan mencoba introspeksi. Siapa tahu kurang dalam memberikan pelayanan kepada suami dsb,â€imbuhnya.
Sementara itu Direktur ICRS Dr.Siti Syamsiyatun selaku penanggap dalam kesempatan itu mengatakan ada beberapa hal yang bisa dipelajari dari acara itu. Ia mencontohkan tema tentang perkawinan maupun perselingkuhan yang banyak ditanyakan audien. Tema ini cukup penting jika mengingat angka perceraian di masyarakat yang terus meningkat.
“Angka perceraian yang meningkat ini khan suatu saat bisa menjadi bom waktu. Jadi, wajar jika cukup banyak ditanyakan dan terkesan diulang-ulang,â€terang Syamsiyatun (Humas UGM/Satria AN)