YOGYAKARTA-Anak-anak penderita Cerebral Palsy (CP) atau terganggunya fungsi otak dan jaringan saraf yang mengendalikan gerakan, laju belajar, pendengaran, penglihatan, kemampuan berpikir, selama ini mengalami kesulitan dalam menggunakan sendok. Sendok yang selama ini dikenal dan digunakan adalah sendok dengan tangkai sendok lurus, tidak ada sudut kelengkungan dan tidak ada palang penahan jari tangan. Sendok tersebut sulit digunakan oleh penderita CP yang mengalami kekakuan jari tangan, keterbatasan gerak dan disefisiensi kemampuan memegang dan menggenggam.
Inilah yang kemudian menggugah staf pengajar Fakultas Kedokteran UGM, Sri Hartini, S.Kep., Ns., M.Kes dan tim untuk mengembangkan sendok khusus bagi penderita CP.
“Studi pendahuluan yang dilakukan sebelum melakukan penelitian menunjukkan adanya 30% anak CP tidak bisa menggunakan sendok atau mengalami kesulitan dalam menggunakan sendok,â€kata Hartini, di FK UGM, Senin (27/8).
Hartini menjelaskan inovasi sendok bagi penderita CP yang dikembangkannya dirancang dengan sudut kelengkungan pada tangkai sendok dan dilengkapi dengan palang penahan. Fokus dari inovasi ini adalah sudut kelengkungan sendok yang merupakan sudut yang dihasilkan dari pengukuran 51 anak CP, khususnya jarak antara jari sampai mulut penderita CP pada saat menggerakan jari kearah mulut.
Jarak dari 51 anak CP tersebut berkisar antara 0-11 cm. Dengan rentang jarak tersebut, dihasilkan sudut pada siku dalam antara 45 derajat sampai 90 derajat. Dengan hasil itu maka kelengkungan antara tangkai sendok dan kepala sendok yang sesuai adalah 135 derajat.
“Selain sudut kelengkungan sendok juga didesain dengan palang penahan pada tangkai sendok sehingga palang pada tangkai sendok tersebut dapat menahan jari tangan penderita CP yang mengalami kekakuan, dan disefisiensi fungsi memegang dan menggenggam,â€imbuh perempuan kelahiran Boyolali, 5 Maret 1976 itu.
Menurut Hartini panjang tangkai dan kepala sendok serta lebar kepala sendok didesain menyesuaikan dengan sendok yang ada pada umumnya. Tidak hanya itu, bahan untuk membuat sendok ini juga aman, murah serta mudah didapat karena dibuat dari kayu sonokeling yang tahan lama, ringan dan tidak mengandung zat kimia.
“Klaim atau hak perlindungan pada paten ini adalah sendok penderita CP yang dilengkapi dengan palang penahan pada tangkai sendok dan sudut kelengkungan 135 derajat pada tangkai sendok ke kepala sendok,â€pungkasnya.
The Map of Nursing Diagnoses Based on NANDA 2007-2008 and ISDA
Selain sendok bagi penderita CP yang telah dipatenkan, staf pengajar FK UGM lainnya, Intansari Nurjannah, S.Kp., M.NSc., juga telah berhasil mengembangkan peta untuk memberikan gambaran mengenai kaitan antara satu diagnosa keperawatan dengan diagnosa keperawatan yang lain. Selain itu Intansari juga berhasil menerbitkan buku dengan judul ISDA Intan’s Screening Diagnoses Assesment yang juga diusulkan mendapatkan sertifikat hak cipta.
Kepala Program Studi Ilmu Keperawatan FK UGM, Dr.Fitri Haryanti, S.Kp. M.Kes menjelaskan adanya keterkaitan antara peta dengan ISDA yang akan semakin memudahkan perawat dalam melakukan diagnosa keperawatan terhadap pasien baik secara pribadi maupun setelah nanti berkoordinasi dengan dokter.
“Dengan peta ini akan memudahkan perawat dalam mendiagnosa keperawatan serta membuat perencanaan terhadap pasien,â€kata Fitri.
Peta yang dikembangkan Intansari ini telah terbit tahun 2008 dalam bentuk poster yang berjudul The Map of Nursing Diagnoses Based on NANDA 2007-2008. Karya ini memenangkan lomba HAKI (Hak Atas Kekayaan Intelektual) yang diadakan oleh DIKTI.
Sementara itu ISDA, imbuh Fitri, adalah suatu alat/alur untuk membantu perawat mengkaji pasien dalam rangka menskreening semua “kemungkinan diagnosa keperawatan†dan “kemungkinan masalah kolaboratif†yang mungkin dialami oleh pasien. Buku ISDA dan peta yang dikembangkan intansari cukup banyak menarik perhatian khususnya para perawat di Indonesia.
“Buku ISDA sudah cetak dua kali bahkan habis dalam waktu 3 bulan. Penyebaran buku maupun peta tersebut antara lain sudah ke Medan, Bengkulu, Jakarta, Bandung, Makasar, Surabaya, Jakarta, Bali dan Mataram,â€kata Fitri.
Saat ini Intansari juga tengah merencanakan untuk mempublikasikan buku ini di kalangan perawat di seluruh dunia dengan rencana publikasi hasil penelitian tentang ISDA dan peta itu dalam jurnal dan konferensi internasional (Humas UGM/Satria AN)