Prospek minyak Kelapa Sawit yang menjanjikan telah mendorong pemerintah meningkatkan pengembangan perkebunan sawit di Indonesia, baik melalui perkebunan besar negara, perkebunan besar swasta maupun perkebunan rakyat. Sehingga Kelapa Sawit yang pada awalnya dikembangkan perusahaan perkebunan besar milik swasta nasional maupun asing, lantas dikembangkan melalui pola Perkebunan Inti.
Menurut Ir. Tarmisol, M.P pertumbuhan luas penanaman Kelapa Sawit di Indonesia sempat mengalami perlambatan pada tahun 1998. Sebelum itu, pada tahun 1997 pertumbuhan luas lahan 21,00% dan tahun 1998 hanya sebesar 6,68%. “Hal ini terjadi karena krisis dan pergantian rwzim kekuasaan saat itu. Tahun 1998 hingga kini penambahan luas lahan terus berlanjut meski pertumbuhan hanya satu digit, dan semenjak tahun 1995 hingga 2010 luas areal Kelapa Sawit cenderung meningkat dengan laju pertumbuhan 0,765,” paparnya di Auditorium Fakultas Pertanian UGM, Kamis (6/9).
Menjalani ujian terbuka program doktor bidang pertanian, Tarmisol menyatakan tingginya laju pertumbuhan luas areal Kelapa Sawit diindikasikan semakin banyaknya daerah di Indonesia yang mengembangkan Kelapa Sawit. Seperti Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Riau dan Jambi, bahkan beberapa daerah lain yang gencar mengembangkan Kelapa Sawit. “Dalam lima tahun mendatang diperkirakan produksi Kelapa Sawit semakin meningkat seiring meningkatnya umur produktif Kelapa Sawit,” ungkapnya.
Meskipun pertumbuhan luas lahan di Kalimantan Timur melebihi pertumbuhan luas lahan secara nasional, penyuluh pertanian muda pada Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Kalimantan Timur, ini mengakui bila produktivitas Kelapa Sawit di Kalimantan Timur jauh lebih rendah dibandingkan rata-rata produksi nasional. Oleh karena itu, pemerintah Provinsi Kalimantan Timur berencana mengembangkan Kelapa Sawit “sejuta hektar” sebagai salah satu penjabaran program pembangunan pertanian dalam arti luas, yang dicanangkan pada tahun 2003 melalui Rencana Strategis (Renstra) Pembangunan Kalimantan Timur 2003-2008. “Daerah-daerah yang berpotensi besar Sawit adalah Kabupaten Kutai Timur, Kabupaten Paser, Kabupaten Malinau, Kabupaten Nunukan dan Kabupaten Berau,” ungkap laki-laki kelahiran Sumatra Barat, 18 September 1962.
Mempertahankan desertasi “Efisiensi Produksi dan Umur Ekonomis Usahatani Kelawa Sawit di Kalimantan Timur”, Tarmisol menjelaskan bila rerata pemakaian pupuk NPK sebanyak 285,42 kg/ha/tahun dinilai masih kurang. Dosis pemupukan NPK tersebut dinilai masih kurang dari dosis yang dianjurkan, sehingga penambahan pupuk NPK diharapkan dapat meningkatkan produksi. Demikian juga pestisida untuk membasmi tanaman pengganggu (herbisida) berpengaruh nyata terhadap produktivitas. Rerata pemberian pestisida oleh petani 4,21 liter/ha/tahun, masih kurang dari dosis yang dianjurkan 8 liter/ha/tahun.
Begitu pula dengan jumlah tenaga kerja, dengan rerata tenaga kerja yang dikerahkan petani di lokasi penelitian 40,83 HOK/ha/tahun, luas lahan yang dimiliki petani berpengaruh positif dan signifikan terhadap produktivitas. Hal ini menunjukkan semakin luas lahan yang digarap petani semakin tinggi produktivitas. “Sehingga dari desertasi penelitian ini, salah satu yang dapat disimpulkan adalah bila jumlah pupuk urea, jumlah pupuk NPK, jumlah pestisida, upah tenaga kerja, jenis pengusahaan, pengalaman berusahatani dan luas lahan berpengaruh signifikan terhadap produktivitas tanaman Kelapa Sawit,” ujar Tarmisol, yang dinyatakan lulus doktor bidang pertanian dan menjadi doktor ke-1717 yang diluluskan UGM. (Humas UGM/ Agung)