Sebanyak 190 apoteker baru Fakultas Farmasi UGM dilantik, Kamis (6/9) di Grha Sabha Pramana (GSP) UGM. Dengan demikian, hingga saat ini Fakultas Farmasi telah meluluskan 5.997 apoteker.
Dekan Fakultas Farmasi UGM Prof. Dr. Marchaban, DESS, Apt dalam sambutannya menyampaikan profesi apoteker sampai saat ini masih didominasi kalangan wanita seperti yang terlihat pada pelantikan kali ini. Dalam pelantikan apoteker baru kali ini tercatat diikuti 143 wanita dan 47 pria. “Profesi apoteker 75 persennya masih didominasi wanita. Dari 5.997 apoteker yang telah diluluskan hingga kini, sebanyak 3.928 wanita dan 1.879 pria. Apoteker jadi seperti profesi yang feminim ,†katanya.
Disebutkan pula, sebanyak 116 apoteker baru yang dinyatakan lulus dengan predikat cum laude. Dari jumlah tersebut terdapat lima orang yang meraih indek prestasi kumulatif (IPK) 4,00.
Marchaban menyampaikan dalam menjalankan tugasnya apoteker baru dituntut untuk lebih memahami dan mengimplementasikan berbagai peraturan perundangan-undangan tentang kefarmasian. Selai itu, Marchaban juga mengingatkan para apoteker baru untuk selalu menjunjung tinggi etika profesi farmasi selama melakoni profesinya. “ Peraturan perundang-undangan mengatur mana yang boleh dan yang tidak boleh dilakukan, sedangkan etika farmasi terkait mana yang pantas dan tidak pantas dilakukan. Dua hal itu jadi pedoman yang harus selalu dipegang,†tegasnya.
Sementara itu sebelumnya, ketua Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) DIY Nunut Rubiyanto, S.Si., Apt, mengatakan apoteker merupakan profesi yang diberi kewenangan dan tanggung jawab untuk mengelola obat-obatan termasuk narkotik-psikotropika. Oleh sebab itu, ia menegaskan dalam mengelola obat-obatan apoteker dituntut tidak hanya berpegang pada aturan semata, tetapi sekaligus juga ada kontrol moralitas. “Harus banyak kontrol terhadap moralitas karena masih banyak peraturan perundangan yang tidak tegas dan abu-abu, “ jelasnya.
Saat memasuki dunia nyata, kata Nunut, moralitas apoteker akan banyak diuji oleh kenyataan di lapangan, apakah bisa konsisten atau tidak. Dicontohkan, dalam beberapa waktu lalu diketahui beredar obat jenis psikotropika di masyarakat dalam jumlah yang tidak wajar. Temuan di sebuah apotek di Yogyakarta setidaknya beredar 17 ribu butir obat jenis psikotropika setiap bulannya. “Satu apotek menjual sebanyak 17 ribu butir obat-obatan psikotropika dalam kurun waktu satu bulan.Apakah benar penderita ganguan sebanyak itu? Kontrol moral harus main disini,†tegasnya.
Sementara Kepala Dinas Kesehatan DIY, yang diwakili oleh Kabid Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan (P2MK) Dinkes Provinsi DIY drg. Daryanto Chadorie, M.Kes berharap agar apoteker baru dapat berkongtribusi dalam pengembangan obat. Tidak hanya dalam pengembangan obat kimiawi, namu juga dalam mengembangkan obat-obatan tradisional yang aman serta kompetitif. “Kami berharap apoteker bisa menjadi tenaga profesional yang lebih luas. Tak hanya kompeten dalam bidang obat kimia saja, tetapi obat tradisional, bahan baku medik, maupun kosmetik,†ujarnya.
Selain itu, Didi berharap apoteker baru bersedia mengimplementasikan secara luas ke masyarakat terutama di luar Pulau Jawa. “ Harapannya mau menerapkan ilmunya tak hanya di daerah Jawa saja, tapi keluar pulau karena disana tenaga apoteker masih sangat minim,†jelasnya. (Humas UGM/Ika)