YOGYAKARTA – Damai tidak selalu identik dengan kondisi pasca perang atau konflik. Namun terciptanya rasa keadilan dan kesejahteraan. Jika kedua hal ini belum tercapai, maka bara konflik akan selalu saja muncul. Karenanya, perdamaian menjadi tanggungjawab semua orang, seluruh warga negara menciptakan inisiatif damai. “Tidak ada perdamaian yang sejati bila hanya dikelola oleh para elit Negara, elit agama dan elit kalangan manapun. Bahkan tidak akan ada juga perdamaian bila hanya diusahakan oleh kaum laki-laki tanpa melibatkan kaum perempuan atau hanya oleh satu agama tertentu,†kata Direktur Institut Dian Interfidei Yogyakarta, Elga Sarafung, dalam Diskusi ‘Inisiatif perdamaian wraga masyarakat’ yang berlangsung di ruang diskusi Pusat Studi Keamanandan Perdamaian (PSKP) UGM, Selasa (18/9).
Dikatakan Elga, rasa keadilan warga masyarakat tercapai apabila tidak ada lagi diskriminasi apa pun dan kepada siapa pun, baik yang dilakukan oleh negara, birokrasi lembaga, maupun kelompok masyarakat yang mengatasnamkan mayoritas. Yang perlu ditingkatkan lagi adalah tingkat kesejahteraan masyarakat, pasalnya yang kerap menjadi korban adalah kaum perempuan dan anak-anak. “Mereka selalu saja yang menjadi korban,†ungkapnya.
Yang menjadi persoalan, praktek inisiatif damai selama ini selalu menjadi dominasi elit negara, agama, adat namun sedikit sekali yang dianggap hasil inisitif warga masyaralat. Menurutnya, masih minim warga masyarakat yang melakukan inisiatif damai karena besarnya ketergantungan pada elit. Oleh karena itu, inisiatif damai perlu dilakukan oleh warga masyarakat dan perlu disosialisasikan. Sehingga warga masyarakat mengetahui ada contoh baik yang dapat dijadikan pengalaman. Selain itu, masyaralat perlu diyakinkan bahwa mereka memiliki tanggungjawab dan kewajiban untuk menciptakan perdamaian. “Kedua hal ini penting untuk membangun rasa percaya diri dan memahami bahwa siapapun dapat melakukan sesuatu untuk usaha damai sesuai dengan potensi dan kapasitas masing-masing,†katanya.
Kendati demikian, imbuhnya, sudah banya contoh praktik inisiatif damai yang dilakukan oleh warga seperti kasus di Ambon, Poso, Aceh, Kupang, Banjarmasin, Papua, dan Yogya. (Humas UGM/Gusti Grehenson)