Penelitian Mahasiswa S1 Indonesia Potensi Hasilkan Inovasi
YOGYAKARTA – Siapa bilang penelitian mahasiswa Indonesia kalah saing dari Negara lain? bahkan penelitian skripsi mahasiswa S1 saja bisa dijadikan bahan disertasi S3. Bahkan bisa melahirkan inovasi dan temuan baru yang bermanfaat bagi masyarakat luas. Sayang, banyak penelitian mahasiswa itu hanya syarat untuk mendapatkan selembar ijazah dan pekerjaan. Celakanya, pekerjaan yang didapat berbeda dengan bidang penelitiannya. “Kita punya banyak anak pintar. Tapi punya anak pintar tidaklah cukup untuk melahirkan banyak inovasi kalo tidak menggeluti dan meneruskan penelitiannya,†kata Ketua Masyarakat Ilmuan dan Teknolog Indonesia (MITI) Pusat, Dr. Warsito P Taruno, dalam seminar nasional Membangun SDM Inovatif menuju bisi Indonesia 2025 di ruang seminar Sekolah Pascasarjana, Sabtu (22/9).
Warsito mencontohkan, salah satu mahasiswa bimbingannya di sebuah PTN ternama berhasil mengembangkan teknologi scan 4 dimensi dengan pemanfaatan gelombang melengkung yang bisa melihat aktivitas otak secara real time. Bahkan bisa digunakan untuk melihat kanker dalam tubuh. “Lewat medan listrik, teknologi itu bisa melelehkan sel kanker dengan dibuat dalam bentuk baju kapasitor,†katanya.
Kepada si mahasiswa, ujar Warsito, dia sudah menawarkan untuk melanjutkan pendidikan ke luar negeri untuk menyempurnakan hasil penelitiannya. Namun tawaran tersebut ditolak karena si mahasiswa ingin segera bekerja. “Ia pun memilih bekerja di bank dan tidak ingin berniat meneruskan penelitiannya,†kata Warsito.
Menurut warsito, ketidaktekunan para peneliti yang menyebabkan inovasi tidak berkembang. Agar penelitian bisa hasilkan inovasi ia membagi tip bagi peneliti, yakni tiga syarat untuk menghasilkan inovasi, pertama, jangan pelit, kedua, jangan ingin cepat kaya dan ketiga, jangan cepat puas.
Untuk menghasilkan sebuah inovasi, sesorang harus punya ide dan berani membiayai ide itu sendiri. Inovasi adalah sebuah proses, maka jangan berpikir untuk menjual tapi gunakan biaya penelitian sebagai investasi untuk menyempurnakan produk itu. “Yang tidak kalah penting jangan cepat puas,†ungkapnya.
Rektor UGM Prof. Dr. Pratikno, M.Soc., Sc., mengatakan inovasi tidak cukup butuh pengetahuan tapi juga butuh sikap dari perilaku inovatif. “Sikap menemukan terobosan dan sikap tidak pernah puas,†katanya.
Sikap inovatif tidak bisa lahir jika tidak punya kesempatan. Sehingga kondisi budaya, relasi sosial yang lebih egaliter akan menumbuhkan semangat berinovasi di kampus. Dan yang tidak kalah penting, tambahnya, adanya dukungan finansial, infrastruktur dan penghargaan. (Humas UGM/Gusti Grehenson)