YOGYAKARTA-Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) yang seharusnya digunakan untuk tujuan PBB, dalam perkembangannya telah digunakan oleh masyarakat untuk berbagai kepentingan. Sayangnya, penentuan NJOP belum optimal dan kurang mendekati nilai pasar. Pendekatan penilaian yang digunakan masih terbatas dengan data pasar (market data approach) dan kalkulasi biaya (cost approach). Tanah dan bangunan dinilai dengan model penilaian lama secara terpisah, sehingga hasilnya belum tentu mencerminkan nilai pasar properti sebagai satu kesatuan investasi yang utuh dan tidak dapat dipisah-pisahkan. Pada umumnya, NJOP masih di bawah nilai pasar seperti yang ditunjukkan oleh rasio antara NJOP dengan harga (Assesment Sales Ratio/ASR) rata-rata sebesar 87,6% tahun 2008 dan 88,5% tahun 2009.
Hal tersebut diungkapkan oleh Untung Supardi , M.Si, pada ujian terbuka Program Doktor Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomika dan Bisnis (FEB) UGM, Senin (24/9). Pada ujian tersebut Untung mempertahankan disertasinya yang berjudul Model Penilaian Alternatif Penentuan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP): Pendekatan Kapitalisasi Pendapatan Properti Komersial, Apartemen di Jakarta.
“Dalam kenyataannya, nilai tanah bergantung kepada bangunan di atasnya. Jika pengembangan bangunan di atasnya optimal, nilai tanahnya menjadi optimal dan berlaku sebaliknya,â€kata Untung.
Kepala Bidang Kerjasama, Ekstensifikasi dan Penilaian, Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jawa Tengah II Surakarta itu mengatakan tujuan penelitian yang dilakukannya adalah untuk mengembangkan model penilaian alternatif untuk menentukan NJOP bumi apartemen di Jakarta dengan pendekatan kapitalisasi pendapatan dan aplikasi Sistem Informasi Geografis (SIG). Data apartemen yang di Jakarta yang digunakan adalah selama kurun waktu 2007-2009.
“Penaksiran tingkat kapitalisasi pendapatan apartemen dilakukan dengan analisis regresi berganda dengan metode penaksir Least Squares Dummy Variable (LSDV),â€imbuh pria kelahiran Brebes, 15 Oktober 1970 ini.
Hasil penelitian yang dilakukan Untung menunjukkan beberapa temuan. Rata-rata tingkat kapitalisasi pendapatan apartemen di Jakarta dengan rumus baru (Rbaru) dan rumus yang dikembangkan oleh Rose (Rrose) tidak berbeda signifikan. Perhitungan Rbaru, kata Untung, dapat dianggap lebih lengkap dan realistis sesuai dengan karakteristik investasi dan pasar properti. Sementara itu rata-rata tingkat kapitalisasi pendapatan apartemen (Rbaru) di Jakarta berbeda signifikan.
“Jarak apartemen ke Central Business District (CBD) berpengaruh signifikan, sedangkan tingkat optimalisasi pengembangan lahan berpengaruh negative secara signifikan terhadap tingkat kapitalisasi pendapatan apartemen,â€terang Untung.
Selain itu dari penelitiannya juga terungkap rata-rata NJOP bumi apartemen di Jakarta Pusat dan Jakarta Selatan yang dihasilkan oleh model penilaian baru berbeda signifikan dengan yang dihasilkan oleh model penilaian lama (dari Direktorat Jenderal Pajak), sedangkan apartemen di Jakarta Barat dan Jakarta Utara tidak berbeda signifikan.
“Hasil model penilaian baru dapat menunjukkan adanya potensi NJOP setiap apartemen yang masih dapat dikenakan PBB,â€pungkas Untung yang lulus doktor dengan predikat sangat memuaskan tersebut (Humas UGM/Satria AN).