YOGYAKARTA-Gangguan psikotik atau kesulitan dalam menilai realitas atau adanya kegagalan dalam membedakan apa yang nyata atau yang tidak nyata, muncul paling banyak pada usia remaja akhir atau dewasa muda. Penderita juga sedikit sekali mendapatkan informasi mengenai gangguan jiwa, menyangkal adanya gangguan psikotik, dan mengalami gangguan yang masih berkembang.
Di sisi lain ketidaktaatan dalam pengobatan gangguan psikotik ini bisa dikarenakan adanya gangguan pada insight atau tilikan diri, sehingga penderita banyak bergantung pada peranan keluarga atau caregiver. Caregiver inilah yang nantinya akan memiliki pengaruh besar dalam penanganan serta perawatan penderita gangguan psikotik.
“Meskipun caregiver memiliki pengaruh besar pada penanganan penderita psikotik, namun pengetahuan mereka terhadap gangguan psikotik masih rendah,â€kata dr. Carla Raymondalexas Marchira, Sp.J. pada ujian terbuka program doktor Ilmu Kedokteran dan Kesehatan Fakultas Kedokteran (FK) UGM, di Auditorium FK UGM, Selasa (25/9).
Pada ujian tersebut Carla mempertahankan disertasinya yang berjudul Pengaruh Intervensi Psikoedukasi Interaktif Singkat Tentang Skizofrenia Terhadap Pengetahuan Caregiver, Keteraturan Kontrol, Ketaatan Pengobatan, dan Kekambuhan Pada Penderita Gangguan Psikotik Fase Awal di Jogjakarta.
Lebih jauh Carla mengatakan pengetahuan yang rendah ini nantinya akan berpengaruh pada penanganan dan perawatan gangguan psikotik selanjutnya, selain ketidaktaatan pengobatan pada penderita, bisa juga berakhir pada penghentian obat. Pengetahuan keluarga maupun caregiver yang rendah ini membutuhkan suatu intervensi, sehingga diharapkan penanganan selanjutnya pada penderita tersebut akan lebih baik.
“Intervensi pada keluarga untuk memberikan informasi mengenai skizofrenia (gangguan yang sering dihubungkan dengan gangguan psikotik) lebih disarankan yang sifatnya interaktif,â€imbuh perempuan kelahiran Yogyakarta, 24 Maret 1970 ini.
Penelitian yang dilakukan Carla ini mengambil subjek penelitian 100 orang penderita gangguan psikotik fase awal usia 15-30 tahun dan caregiver yang mendapatkan pengobatan dari RS Dr. Sardjito, RS Daerah di Jogjakarta yang memiliki psikiater, RS Ghrasia, dan RSK Puri Nirmala dari bulan Oktober 2010 sampai dengan Maret 2011.
Carla juga melakukan intervensi psikoedukasi interaktif singkat tentang skizofrenia pada caregiver gangguan psikotik fase awal pada kelompok perlakuan, menggunakan modul psikoedukasi interaktif singkat tentang skizofrenia yang terdiri dari empat bagian.
“Setelah dilakukan intervensi kemudian dilakukan analisis statistik untuk mengetahui adanya perbedaan pada skor Knowledge of Schizophrenia (KOS) caregiver, keteraturan kontrol, ketaatan pengobatan dan kekambuhan penderita gangguan psikotik fase awal antara kelompok perlakuan dan kontrol,â€kata staf pengajar bagian Kedokteran Jiwa FK UGM tersebut.
Dari hasil penelitian yang dilakukan Carla tersebut terungkap bahwa pengetahuan caregiver tentang skizofrenia pada caregiver yang mendapatkan intervensi psikoedukasi interaktif singkat tentang skizofrenia lebih tinggi dibandingkan dengan yang tidak mendapatkan intervensi psikoedukasi interaktif singkat tentang skizofrenia di Jogjakarta.
Selain itu keteraturan kontrol penderita gangguan psikotik fase awal dengan caregiver yang mendapatkan intervensi psikoedukasi interaktif singkat tentang skizofrenia lebih tinggi dibandingkan dengan yang tidak mendapatkan intervensi psikoedukasi interaktif singkat tentang skizofrenia di Jogjakarta.
“Ke depan untuk penyedia kesehatan jiwa yang lain perlu memberikan edukasi dan penyuluhan yang adekuat pada caregiver dan penderita, dan melibatkan pemuka masyarakat dalam deteksi dini gangguan psikotik fase awal,â€tutur Carla yang lulus doktor dengan predikat cum laude tersebut (Humas UGM/Satria AN).