Sebagian besar penderita nyeri neuropatik mengalami nyeri sepanjang hidup, hal ini dikarenakan penyebab nyeri tidak dapat dihilangkan dari penderita nyeri neuropatik, seperti diabetes mellitus, neuralgia trimeginal, sindroma servikalis, sindroma terowongan karpal, stenosis lumbalis, hernia nukleus pulposus dan oleh karsinoma. Patofisiologi nyeri neuropatik sangat kompleks dan belum sepenuhnya diketahui. Banyak teori sudah diajukan, namun belum mampu menjelaskan secara tuntas.
Demikian dikatakan dr. Endang Mutiawati Rahayu, Sp.S, dosen Universitas Syiah Kuala saat melaksanakan ujian terbuka program doktor di Fakultas Kedokteran UGM, Rabu (26/9). Promovenda didampingi promotor Prof. dr. Lucas Meliala, Sp.S., Sp.KJ dan ko-promotor dr. Ginus Partadireja, Ph.D serta Dr. drh. Dhirgo Adji, M.P mempertahankan desertasi “Perilaku Nyeri Neuropatik dan Ekspresi Voltage Gate Sodium Channel Pada Tikus Sprague Dawley Pascaligasi Nervus Spinalis Lumbal 5, Dengan atau Tanpa Metilkobalamin”.
Menurut Endang, beberapa obat dipergunakan guna memblok Voltage gate sodium channel (VGSC) untuk mengurangi nyeri neuropatik yang dialami penderita nyeri neuropatik, misalnya Karbamazepin sebagai obat yang telah dipergunakan secara luas untuk penanganan nyeri neuropatik. Obat-obat lain yang dipergunakan adalah amitriptilin, gabapentin, pregabalin dan tramadol. “Itu semua hanyalah obat bersifat simptomatis, dan memiliki efek samping berupa pusing, dizzines, vertigo, mulut kering, mual, muntah, bahkan karbamazepin dapat menyebabkan reaksi allergi berupa Sindroma Steven Johnson sehingga sangat mengganggu penderita nyeri neuropatik,” ujar Pembantu Dekan I Fakultas Kedokteran Unsyiah.
Dikatakan, dari berbagai kepustakaan pengobatan nyeri neuropatik belum memuaskan, hanya kurang dari 50 persen pasien berhasil membaik dengan obat-obatan yang dipergunakan selama ini. Sehingga sampai saat ini belum ada satupun jenis obat mampu memberikan hasil yang memuaskan terhadap penanganan nyeri neuropatik.
Dari hasil penelitian, Endang Mutiawati berkesimpulan metilkobalamin berperan dalam menginaktifasi VGCS yang timbul akibat induksi nyeri neuropatik pada hewan coba. Hal ini dibuktikan dengan simpulan terjadi penurunan perilaku nyeri neuropatik hewan coba setelah jejas pada kelompok metilkobalamin dibandingkan kelompok kontrol, dan terjadi penurunan ekspresi sprouting pada hewan coba setelah jejas saraf pada kelompok meltikobalamin dibanding kelompok kontrol.
Disimpulkan pula terjadi penurunan ekspresi VGSC pada hewan coba setelah jejas saraf pada kelompok metilkobalamin dibandingkan dengan kelompok kontrol. Terdapat hubungan antara perilaku nyeri neuropatik dengan ekspresi sprouting setelah jejas saraf pada kelompok tikus dengan atau tanpa pemberian metilkobalamin. Disamping itu terdapat pula hubungan antara perilaku nyeri neuropatik dengan ekspresi VGCS setelah jejas saraf pada kelompok tikus dengan atau tanpa pemberian metilkobalamin.
“Terdapat juga hubungan antara ekspresi sprouting dengan ekspresi VGSC setelah jejas saraf pada kelompok tikus dengan atau tanpa pemberian metilkobalamin. Karena itu disarankan perlu penelitian lebih lanjut, berupa penelitian eksperimental secara serial untuk menilai mulai terjadi peningkatan atau menurunnya ekspresi VGSC dengan atau tanpa pemberian metilkobalamin,” paparnya. (Humas UGM/ Agung)