Penghormatan harkat dan martabat manusia telah diatur dalam KUHP. Namun demikian, dalam beberapa hal pengaturannya masih belum memberikan perlindungan hukum terhadap hak asasi manusia. Salah satunya terhadap hak asasi tersangka dan terdakwa dalam penahanan.
“ KUHP belum sepenuhnya melindungi hak-hak asasi tersangka dan terdakwa dalam penahanan,†tandas Berlian Simarmata, S.H., M.Hum., Kamis (17/9) dalam ujian terbuka program doktor di Fakultas Hukum UGM. Pada kesempatan itu, staf pengajar pada Fakultas Hukum Unika St. Thomas SU, Medan ini mempertahankan disertasi berjudul “ Perlindungan Hukum Terhadap Hak Asasi Tersangka dan terdakwa Dalam Penahananâ€.
Berlian menyebutkan ketentuan dalam KUHP yang tidak secara tegas memberikan perlindungan hukum salah satunya dalam syarat objektif penahanan. Meskipun pelaksanaan pemenuhan syarat objektif penahanan sudah dilaksanakan secara formal, akan tetapi secara material masih sering terjadi tindak pidana ringan yang diklasifikasikan sebagai tindak pidana biasa sehingga pelakunya bida dikenakan penahanan. Sementara pemenuhan syarat subjektif penahanan belum memberikan perlindungan hukum karena penerapannya sangat tergantung pada penasfsiran subjektif penegak hukum.
Selain hal tersebut, menurut Berlian ketidak tegasan juga terlihat dalam penentuan dan pengalihan jenis penahanan penggunaan jangka waktu maksimal penahanan, dan pemberian serta persyaratan penangguhan penahanan. Berikutnya dalam pemberian hak untuk diperiksa, dilimpahkan dan diadili, dan hak untuk memberikan keterangan secara bebas pada saat penyidikan.
Oleh sebab itu, Berlian memberikan masukan seyogianya perlindungan hukum terhadap hak tersangka dan terdakwa dalam penahanan pada KUHP kedepan memperhatikan prinsip kejelasan makna rumusan norma agar tidak menimbulkan multitafsir. Disamping itu juga diikuti dengan penetapannya sebagai kewajiban bagi aparat penegak hukum, serta sanksi atas pelanggarannya baik administratif maupun perdata. “Sebelum KUHP diubah oleh pembuat UU, sebaiknya masing-masing institusi perlu melakukan pelatihan kepada aparat penegak hukum agar syarat penahanan diterapkan secara kumulatif dan tidak berlebihan dalam melakukan penahanan,†paparnya.
Untuk menghindari ketidakadilan pada rakyat kecil dalam penahanan, Berlian mengatakan bahwa dalam pembentukan undang-undang perlu dilakukan klasifikasi tindak pidana dalam KUHP sehingga tidak semua perkara yang bisa dikenakan penahanan diajukan ke pengadilan dengan acara pemeriksaan biasa. Bahkan perlu diberikan peluang untuk diselesaikan dengan menempatkan keadilan retoratif sebagai nilai dasar yang dipakai dalam merespon perkara pidana. (Humas UGM/Ika)