Direktur Pusat Penelitian Biologi LIPI, Dr. Siti Nurmaliati menuturkan bahwa pembangunan peternakan di Indonesia belum sepenuhnya didasarkan pada potensi dan ketersediaan sumber daya lokal baik untuk genetic, pakan , maupun teknologi. Pembangunan yang dilakukan justru mengikuti irama atau keunggulan kompetitif yang dikembangkan negara-negara maju. Akibatnya ketergantungan peternak pada teknologi dan bahan-bahan input dari luar negeri terus meningkat. “Pembangunan usaha dan industri peternakan Indonesia semestinya dibangun berdasarkan potensi, kekuatan, dan peluang yang tersedia sekaligus memperhatikan tantangan, ancaman, dan kelemahan yang ada,†tandasnya, Jum’at (28/9) dalam Forum Pimpinan Pendidikan Tinggi Peternakan Indonesia yang digelar di University Club UGM. tandasnya.
Nurmalita menyebutkan bahwa Indonesia merupakan negara yang kaya akan keanekaragaman plasma nutfah ternak. Sayangnya, potensi tersebut belum dimanfaatkan secara optimal untuk memenuhi kebutuhan pangan domestik. Padahal rumpun ternak aseli Indonesia memiliki keunggulan komparatif dibandingkan ternak impor. Salah satunya adalah daya adaptasi yang baik terhadap lingkungan tropis dengan sifat reproduksi yang baik sebagai akibat seleksi alam yang alami.
Lebih lanjut dikatakan Nurmalita, agar peternakan di Indonesia lebih berdaya saing, dapat memenuhi kebutuhan pasar domestik, serta mensejahterakan peternak di pedesaan, Nurmalita memandang perlunya upaya-upaya mensinergikan keunggulan komparatif dan inovasi lokal. Disamping itu pula mengkombinasikan dengan teknologi yang masuk ke Indonesia.
Dikatakannya, pembangunan peternakan Indoensia seharusnya tidak hanya terfokus pada upaya untuk mendorong konsumsi protein hewani, meningkatkan produksi, maupun mewujudkan swasembada. Namun, pembangunan peternakan juga harus menekankan upaya mewujudkan kemandirian, ketahanan pangan hewani, kesejahteraan peternak dan keberlanjutan usaha.
Nurmalita menambahkan,pemanfaatan dan pengembangan teknologi inovatif yang telah tersedia dalam pembanguna peternakan Indonesia hanya bisa dilakukan apabila ada dukungan kebijakan dan program dari pemerintah. Dalam hal ini keterpaduan antara kegiatan peneliti dan komersialisasi teknologi, kebijakan impor dan ekspor pakan, serta kerjasama antara peternak, peneliti dan pengambil kebijakan.
Direktur Perbibitan Ternak Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementrian Pertanian RI, Ir. Abubakar, S.E., M.M., mengatakan bahwa pihaknya saat ini tengah berusaha mendorong pelestarian sumber daya genetik hewan atau bibit ternak aseli Indonesia melalui pemuliaan plasma nutfah. Usaha pembibitan tersebut diertai dengan adanya pengembangan sistem informasi, upaya pendidikan dan pelatihan,pembinaan kelembagaan, serta standarisasi prouk peternakan. “ Usaha pembibitan saat ini dilakukan untuk menghasilkan bibit unggul yang kuat, produktif, dan tentunya berdaya saing,†tuturnya.
Abubakar mengatakan melalui pengembangan plasma nutfah ternak tersebut diharapkan mampu mengurangi ketergantungan Indonesia terhadap produk ternak impor. “ Potensi ternak Indonesia begitu besar, sayangnya banyak yang belum dimanfaatkan untuk tujuan produksi ataupun perbaikan mutu genetik ternak,†jelasnya.
Pada tahun 2010-2011 pemerintah telah berhasil menetapkan 20 rumpun atau galur ternak di 12 daerah Indonesia. Selanjutnya pada tahun ini 2012 pemerintah berhasil menetapkan 8 rumpun ruminansia dan 7 rumpun unggas. “Secara total saat ini pemerintah berhasil menetapkan sebanyak 35 rumpun dari jenis ruminansia dan unggas,†ujar Abubakar. (Humas UGM/Ika)