“Lagunya apa, Bu?†celetuk salah satu bocah dengan suara lantang. Wanita itu pun menjawab dengan lembut, “Ayo apa? Coba tebak!“ Suara itu sontak menarik perhatian anak-anak lain yang tengah asik bermain. Mereka pun berlari mendekat, berusaha berbaris dengan rapi lalu berjoget berlenggak-lenggok mengikuti alunan musik yang terdengar riang. Sembari bergoyang, sesekali celoteh-celoteh kecil yang masih cadel dengan suara melengking keluar dari bibir mungil para bocah menirukan lagu yang tengah diputar. Suasana penuh keceriaan ini merupakan salah satu potret kegiatan di Taman Penitiapan Anak ( TPA) Dharma Wanita Persatuan UGM “Tungga Dewi “ UGM yang berlokasi di Sekip Blok M-5 Bulaksumur UGM. “Ini adalah kegiatan anak-anak yang biasanya dilakukan setiap pagi, senam bersama,†tutur Kepala TPA Tungga Dewi UGM, Aminah Maskur, S.Pd., baru-baru ini. TPA Tungga Dewi secara resmi berdiri pada 7 Januari 1986. Keberadaan taman penitipan anak ini tidak terlepas dari peran ibu-ibu Dharma Wanita Persatuan UGM yang merasa prihatin akan kesulitan yang dialami para ibu yang bekerja di UGM dalam mengasuh anak-anaknya ketika ditinggal bekerja. “Tungga Dewi ini didirikan sebagai bentuk kepedulian kami terhadap kesulitan yang dialami para ibu yang bekerja di UGM. Harapannya TPA ini bisa menjadi salah satu tempat alternatif yang bisa digunakan untuk menggantikan peran ibu sementara mereka bekerja supaya kebutuhan esensial anak tetap dapat dipenuhi. Kegiatannya kala itu di antaranya ada Bu Nina Koesnadi Hardjasoemantri dan Bu Harsono dari Fakultas Psikologi,†jelasnya. Pada awalnya, TPA yang dikelola oleh Dharma Wanita Persatuan UGM ini hanya ditujukan untuk merawat anak-anak karyawan UGM. Namun seiring perkembangan, tidak sedikit orang tua di luar lingkungan UGM yang mempercayakan putra-putrinya di tempat ini. “Dulu kebanyakan yang menitipkan anaknya itu karyawan, tapi lama-lama juga dari kalangan mahasiswa dan dosen, bahkan dari luar UGM juga ada,†kata Ibu Maskur sembari menyebutkan pada awalnya TPA ini berlokasi di Blok H-8 Bulaksumur UGM yang selanjutnya sekitar tahun 2000 berpindah ke tempat saat ini. Sejak dibuka, Tungga Dewi nyaris tidak pernah sepi. Paling tidak, lebih dari 25 anak yang dititipkan orang tuanya di tempat ini setiap bulan. Anak yang dititipkan pun bervarasi mulai dari 3 bulan hingga usia TK. “Selain anak-anak, kami juga menerima bayi. Saat ini ada 9 bayi yang dititipkan di sini,†ujarnya. Untuk bayi, pihaknya memiliki ketentuan khusus, yakni minimal berusia tiga bulan. Sementara itu, untuk mempertahankan kelancaran pemberian ASI, para ibu dimohon tetap datang ke TPA untuk menyusui. Fasilitas yang disediakan TPA ini tergolong lengkap sebagaimana kebanyakan daycare atau childcare yang banyak berdiri di berbagai tempat, memiliki halaman dan tempat bermain yang luas serta aman di dalam lingkungan kampus. Di dalamnya disediakan kamar anak dengan beberapa tempat tidur, dua kamar bayi yang dilengkapi boks berkapasitas 9 bayi yang kesemuanya ber-AC. Selain itu, terdapat ruang kreatif atau bermain yang dilengkapi dengan alat permainan edukatif, baik untuk perorangan maupun kelompok, arena bermain di luar ruangan, serta ruang perpustakaan dengan berbagai macam buku cerita bergambar untuk memperkaya daya imajinasi dan kosa kata anak. “TPA ini memang bukan sebagai pendidikan formal, murni sebagai tempat penitipan anak. Namun, demi tertib dan terarahnya akitivitas anak, kami terapkan sistem belajar sambil bermain menggunakan alat permainan edukatif yang disesuaikan dengan usia anak 3-5 tahun dengan menggunakan kurikulum prasekolah dan TK sebagai acuan. Tenaga pengajar di TPA Tungga Dewi telah berijazah, demikian pula dengan pramusajinya. TPA juga memiliki tenaga dapur, kebersihan, dan keamanan. “Saat ini ada 12 guru dan pramusaji,†imbuhnya. Soal kesehatan, Tungga Dewi juga memberi perhatian khusus dengan menyediakan layanan pemeriksaan kesehatan oleh para dokter anak seminggu sekali. Selain itu, juga dilakukan penimbangan berat badan dan pengukuran tinggi badan sekali dalam satu bulan. “Untuk pemeriksaan kesehatan gigi dan mulut dilakukan 4 bulan sekali dan ada pula konsultasi psikologi bagi orang tua dengan anak-anak yang mungkin perkembangan psikologisnya berbeda dengan anak lain seusianya,†kata Ibu Maskur. Karena dikenal bagus, tidak heran jika TPA ini sering dijadikan tempat studi banding oleh sejumlah dharma wanita dari berbagai daerah di Indonesia. Tak jarang, mahasiswa pun tertarik untuk menelitinya. “Banyak mahasiswa dari UGM, Fakultas Kedokteran dan Psikologi, yang melakukan penelitian terkait tumbuh kembang anak,†tambahnya. Ibu Maskur mengatakan setiba diantar orang tuanya, anak-anak langsung disambut para guru masuk ruangan. Bagi anak-anak yang belum sempat makan pagi, para guru dan pramusaji akan menyuapi satu per satu. “Ketentuan penitipan di sini mewajibkan para orang tua sudah memandikan anaknya, tetapi jika anak belum sempat sarapan bisa membawa bekal dan akan disuapi pengasuh di sini,†ujarnya. Usai sarapan, kegiatan dilanjutkan dengan melakukan senam pagi bersama di aula. Selepas senam, anak-anak masuk kelas sentra alam dan pengetahuan, di antaranya diajarkan mengenal berbagai binatang, mengenal huruf, dan menyusun balok. Sementara di sentra seni, anak diajarkan cara mewarnai, menggambar, menempel, dan melipat kertas. “Di antara kegiatan di sentra alam dan pengetahuan dan sentra seni kami beri jeda bagi anak-anak untuk beristirahat dan bermain bebas sambil diberikan snack atau makanan ringan,†terangnya. Begitu aktivitas di semua sentra selesai, kegiatan dilanjutkan dengan makan siang bersama yang disediakan oleh TPA. Sebelum tidur siang, anak-anak dimandikan terlebih dahulu. Hal tersebut dilakukan dengan tujuan agar anak-anak bisa tidur lebih nyenyak apabila kondisi tubuh sudah bersih dan segar. “Setelah bangun anak-anak kami bebaskan bermain sembari menikmati snack yang disediakan TPA, dilanjutkan makan sore dan mandi. Jadi, ketika dijemput orang tua anak sudah dalam keadaan kenyang dan bersih,†tuturnya. Mengasuh puluhan anak-anak dengan berbagai karakter tentunya bukanlah suatu hal yang mudah. Dibutuhkan ketelatenan dan kesabaran. “Setiap anak kan berbeda kebiasaan dan karakternya. Contohnya, ada anak di sini yang rewel terus tidak bisa buang air besar, tapi setelah perutnya dioles minyak telon akhirnya bisa ke belakang. Kebiasaan-kebiasaan seperti itu yang terus kami perhatikan. Masing-masing anak sratenane (perlakuannya) beda,†tambah Sukrismiyatun, salah satu pengasuh yang telah 20 tahun mendedikasikan diri merawat anak-anak yang dititipkan di Tungga Dewi. Menurutnya, hubungan antara pengasuh dan anak-anak di sini sangat dekat, bahkan sudah seperti hubungan ibu-anak. Atun, begitu ia biasa disapa, mempunyai kisah sendiri. Puluhan tahun lalu, ia pernah mengasuh seorang anak bernama Rahma. “Saat ini Rahma sudah berkeluarga dan putrinya, Nona, juga dititipkan di sini. Jadi, seperti mengasuh cucu sendiri,†katanya. Lantas, bagaimana dengan biaya penitipan? Ibu Maskur menjelaskan biaya penitipan cukup bervariasi mulai dari 350 ribu-550 ribu rupiah setiap bulan. TPA Tungga Dewi menyediakan dua pilihan penitipan, yakni paruh hari mulai pukul 07.00-14.30 dan full day mulai pukul 07.00-16.30. Penitipan anak juga dapat dilakukan dengan sistem harian maupun bulanan. “Bagi karyawan UGM biayanya lebih murah dibanding yang dari luar UGM ataupun mahasiswa. Untuk karyawan UGM pun beda-beda, biaya yang kami pungut disesuaikan dengan golongan masing-masing orang tua,†terangnya sambil menambahkan untuk anak yang dijemput melebihi jam kerja dikenakan biaya tambahan sebesar Rp25.000,00 dengan ketentuan penjemputan paling lama ditunggu hingga satu jam. Saka Kotamara, S.Si., staf Bidang Protokol Kantor Pusat UGM, yang menitipkan anaknya, Arad (8 bulan), di TPA ini mengaku cukup puas dengan perawatan yang dilakukan para pengasuh terhadap anaknya. “Pengasuhnya baik, ramah, dan perhatian pada anak-anak. Selain itu, lokasinya juga dekat dengan kantor. Jadi, pas istirahat saya bisa jenguk anak dan memberikan ASI secara eksklusif,†katanya. Hanya saja, menurut wanita asal Temanggung ini ke depan TPA perlu menambah pengasuh karena anak-anak yang dititipkan semakin banyak. Di samping itu, untuk mengantisipasi adanya penularan penyakit pada anak, seyogianya disediakan ruang isolasi untuk anak-anak yang sedang menderita sakit. “Untuk pengelolaan dan manajemennya saya rasa juga perlu lebih ditingkatkan di tengah persaingan taman penitipan anak yang semakin menjamur saat ini,†tambahnya. Sementara itu, Rosita Endang Kusmaryani, M.Si., dosen Fakultas Ilmu Pendidikan UNY, yang telah satu tahun terakhir menitipkan putranya, Andra (4), merasa pelayanan di Tungga Dewi tergolong baik. “Selama ini sih tidak ada masalah. Dulu, kakaknya Andra juga saya titipkan di sini. Yang perlu ditambah sepertinya pengasuh karena kalau sore hanya ada beberapa guru piket saja. Selain itu juga fasilitas permainan outdoor kalau bisa dibuat lebih luas dan nyaman,†tuturnya. Rosita menuturkan salah satu alasan ia menitipkan anaknya di TPA ini adalah adanya layanan antar jemput bagi anak yang sudah masuk ke Taman Kanak-Kanak terdekat. “Anak saya kan TK-nya dekat sini dan dari Tungga Dewi ada layanan antar jemput dari TK ke TPA ini,†ujarnya. Nah, bagi Anda para Ibu bekerja yang mungkin saat ini kesulitan dalam mengasuh anak, TPA ini dapat menjadi salah satu alternatif pilihan tempat pengasuhan anak kala Anda sibuk bekerja. (Humas UGM/Ika)