Hasil analisis memperlihatkan material erupsi Merapi yang terus menerus mengakibatkan perkembangan geometri alur-alur sungai menjadi tidak normal mengikuti kaidah ekologis, sehingga fungsi alur sungai sebagai penyimpanan, penimbunan dan pengaliran air dan sedimen kurang optimal. Padahal pemanfaatan alur sungai untuk air bersih, pertanian khususnya penambangan pasir, batu dan bongkah dapat dibuat tata ruanganya, sehingga mampu untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan Pendapatan Asli Daerah (PAD).
“Sayang evaluasi atau arahan pengelolaan pada sun DAS maupun alur sungai belum berkembang, bahkan belum terlihat sehingga diperlukan pengelolaan berdasar undang-undang RI nomor 32 tahun 2009, yaitu dengan memperhatikan karakteristik Gunungapi Merapi mengenai lahar dingin, awan panas dan penduduk yang padat,” ungkap Drs. Darmakusuma Darmanto, Dip.H., MS di Sekolah Pascasarjana UGM, Sabtu (1/10).
Menempuh ujian terbuka doktor UGM bidang ilmu geografi, Darmakusuma mengatakan isu lingkungan yang mendunia dewasa ini termasuk yang terjadi di Indonesia seperti degradasi lahan, pencemaran, bencana alam dan konflik sosial merupakan dampak/akibat aktivitas manusia dalam memanfaatkan sumberdaya alam yang kurang bijaksana. Permasalahan ini tidak mungkin dapat diselesaikan secara sektoral, namun harus menggunakan pendekatan terpadu. “Ilmu lingkungan yang pokok kajiannya meliputi unsur abiotik, biotik dan sosial-budaya tentunya memiliki kontribusi yang nyata dalam memecahkan permasalahan lingkungan pada suatu wilayah, sehingga pendekatan ekologis menjadi salah satu yang dapat digunakan,” ujarnya.
Jika melampaui batas keseimbangan alam, kata Darmakusuma, berbagai pemanfaatan oleh kegiatan manusia dapat berdampak negatif baik terhadap kondisi lingkungan maupun masyarakat penambang. Meski begitu dapat pula memunculkan dampak positif berupa peningkatan pendapatan masyarakat dan dapat sebagai penanggulangan bahaya sedimen. “Oleh karena itu perlu dilakukan pengelolaan lingkungan terhadap alur-alur sungai secara optimal, agar kegiatan atau aktivitas manusia yang berlangsung dapat berkelanjutan,” ungkap dosen Fakultas Geografi UGM.
Ia berkesimpulan adanya luncuran material Gunungapi Merapi yang jumlah dan ukuran butirnya tidak menentu tetapi sering terjadi, berakibat perubahan bentuk geometri dari laur sungai yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan, penimbunan, dan pengaliran air sungai di wilayah penelitian, yaitu Kali Boyong/ Code, Kali Kuning dan Kali Gendol/ Opak Hulu tidak berkembang secara spasial-ekologis. Dimana material sedimen tidak terdistribusi secara ekologis berdasarkan ukuran butirnya, tetapi berkembang tidak normal akibat kekuatan angkut dari lahar dingin yang mampu membawa bongkah sampai ke penggal tengah karena kemiringan alur sungainya yang memungkinkan untuk mengalirkannya. Erupsi Gunungapi Merapi tahun 2010 mengakibatkan hampir semua alur sungai di daerah penelitian terlalui awan panas/lahar dingin, dan Kali Gendol yang merupakan jalur utama dari ancaman awan panas/ lahar dingin mencapai sejauh 15 km dari puncak Merapi hingga sudah mendekati wilayah Candi Prambanan. “Pemanfaatan alur sungai oleh masyarakat sekitar alur sungai untuk pengambilan air bersih, pertanian maupun penambangan pasir batu termasuk pengusaha penambangan mengakibatkan fungsi alur sungai terganggu, sehingga terjadi penghambatan dan penyempitan alur yang seharusnya berair,” tuturnya.
Untuk itu perlu dibuat tata ruang pemanfaatan alur sungai berdasar distribusi dari material pasir, batu dan bongkah yang tersebar pada setiap penggal alur sungai. Selain pemanfaatan ini menimbulkan dampak negatif yang mengganggu fungsi alur sungai, disisi lain berdampak positif meningkatkan PAD dan kesejahteraan masyarakat sekitar. “Dari retribusi bisa dikumpulkan, untuk setiap truk muatan material dikenakan antara 12 ribu rupiah hingga 15 ribu rupiah. Erupsi tahun 2010 menutup alur sungai dan banyak jembatan dan bangunan sabo rusak diterjang aliran lahar dingin, dan kini setelah aman pemanfaatan penambangan marak kembali dan dimulai dari jembatan atau sabo karena akses mudah menuju ke hulu, dan ini tentu membawa berkah yang tidak sedikit bagi daerah,” jelas Darmakusuma yang dinyatakan lulus program doktor setelah berhasil mempertahankan desertasi “Pengelolaan Lingkungan Alur Sungai Lereng Selatan Gunungapi Merapi di Daerah Istimewa Yogyakarta”. (Humas UGM/ Agung)