YOGYAKARTA-Secara ekologis HTI (Hutan Tanaman Industri) telah kehilangan jati dirinya sebagai hutan (walau disebut sebagai hutan), dan lebih bernuansa sebagai perkebunan kayu. Kaidah hutan sebagai ekosistem mikro telah hilang sama sekali. Ini berarti kemampuan ekosistem yang bisa mempertahankan produksinya, kesuburan tanah, mencegah erosi, banjir dan kekeringan telah hilang sama sekali.
Sementara itu dari segi kebijakan, pemerintah terkesan ragu dalam menentukan sikap (ambivalen) yaitu dikatakan sebagai hutan (HTI) tetapi de facto berupa kebun kayu. Jika HTI berperan sebagai hutan, tidak jelas dimana peran HTI yang seharusnya mampu bersifat homeostatis sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan.
“Lebih bernuansa sebagai perkebunan kayu sehingga secara ekologis HTI bisa dikatakan telah kehilangan jati diri,â€kata Guru Besar Fakultas Kehutanan UGM, Prof. Dr. Ir. Djoko Marsono pada pidato Dies Fakultas Kehutanan UGM ke-49, Jumat (5/10).
Dalam pidato dies yang mengambil judul Ekosistem Unggul Sebagai Jawaban Kemunduran Fungsi Hutan dan Lahan, Djoko menjelaskan jika HTI sebagai perkebunan kayu maka dalam sistem silvikultur perlu ditambahkan masukan energi dan teknologi untuk mengatasi kelemahan karakteristik hutan tersebut sebagai chemical stabilizing factor seperti yang terjadi di perkebunan (misalnya perkebunan coklat, kopi, dll).
Di sisi lain, hutan jati yang menurut para ahli cukup berhasil sebagai contoh pengelolaan hutan tanaman pada kenyataannya tidak mampu menahan penurunan produktivitas, degradasi dan kerusakan lingkungan yang lain.
“Dalam perspektif ekologis sikap rimbawan (pemerintah?) terkesan ragu terhadap program HTI,â€papar Djoko.
Disamping penurunan produksi fenomena lain yang banyak ditemukan adalah penurunan kualitas tempat tumbuh, tanah menjadi tipis solumnya atau bahkan tinggal batuan induk ataupun batu bertanah. Hutan yang rusak semacam ini justru sering dijumpai kawasan yang terkelola, bahkan pada hutan yang menjadi inspirasi KPHP seperti hutan jati sekalipun.
“Orang banyak lari dari kenyataan ini dengan mengganti jenis lain atau bahkan ke kelas perusahaan lain, tanpa disadari jika proses yang sama akan terjadi juga pada penggantian ini,â€tambah Djoko.
Di akhir pidatonya Djoko berharap perlunya pengembangan ekosistem unggul (ecosystem improvement) disamping jenis unggul. Sayangnya, sampai saat ini Kementerian Kehutanan dalam hal ini Badan Penelitian Kehutanan hanya memberi perhatian pada pemuliaan dalam jenis, dan belum ada yang menyentuh pada pemuliaan ekosistem untuk mendapatkan ekosistem unggul.
Sementara itu dalam laporan tahunan Fakultas Kehutanan 2012, Dekan Fakultas Kehutanan UGM Prof. Dr. Mohammad Na’iem, M.Agr.Sc menyampaikan berbagai kemajuan di Fakultas Kehutanan seperti di bidang akademik, keuangan, SDM, sarana prasarana, kerjasama hingga penelitian dan pengabdian kepada masyarakat.
“Kita juga bangga salah satu putra terbaik kita, Pak Joko Widodo, terpilih menjadi Gubernur DKI periode 2012-2017,â€kata Na’iem (Humas UGM/Satria AN)