YOGYAKARTA – Menristek Gusti Muhammad Hatta mengatakan pemerintah akan menggenjot pengembangan pesawat tanpa awak atau nir awak yang kegunaan sangat mendesak mengingat daerah di Indonesia memiliki banyak gunung berapi dan juga luas lahan serta daerah pegunungan yang tak bisa dijangkau oleh manusia untuk melakukan sebuah penelitian. “Dalam waktu dekat ini akan memproduksi pesawat tanpa awak,†katanya Menristek usai memberikan kuliah umum di Fakultas Teknik UGM, Jumat (5/10).
Menurutnya, pembuatan pesawat tanpa awak juga sejalan dengan pengembangan pesawat tempur yang bekerjasama dengan korea selatan. “Termasuk juga pengembangan pesawat yang nanti dapat digunakan oleh Polri,â€jelasnya.
Pengembangan teknologi seperti pesawat atau senjata (alutsista) di Indonesia terkesan tertinggal dari negara lain, kata Gusti, hal tersebut karena perusahaan yang ada belum diberi kesempatan. “Setelah presiden memerintahkan pengembangan alutsista dibeli produk dalam negeri maka terlihat perkembangan yang sangat pesat,â€paparnya.
Bahkan kata Gusti Panser Anoa yang merupakan produksi dari dalam negeri kini telah dipesan oleh negera Malaysia. “Ini suatu kemajuan yang cukup pesat bagi industri alutsista di Indonesia,â€tegasnya.
Menjawab pertanyaan wartawan, Menristek mengatakan bahwa nuklir bukan satu-satunya solusi dalam penyediaan kebutuhan listrik. Kendati saat ini pemenuhan listrik ke masyarakat baru menjangkau 67 persen masyarakat yang sudah menikmati listrik. “Tidak selalu tergantung lewat bahan bakar. Daerah terpencil dan perbatasan kita kembangkan tenaga surya, dan mikro hidro. Dan penyediaan energi bisa manfaatkan limbah jadi biogas,â€ungkapnya.
Untuk sementara ini pemerintah tengah gencar memanfaatkan energi panas bumi (geothermal) sebagai sumber energi listrik. “Pemerintah menyediahkan dana untuk survei panas bumi. Saat ini sudah mulai jalan. Daripada nuklir tidak kesampaian,†katanya.
Dekan Fakultas Teknik UGM sekaligus Anggota Dewan Energi Nasional, Dr. Ir. Tumiran, mengatakan Indonesia memiliki potensi 28 ribu MW dari panas bumi. Namun saat ini diperkirakan hanya 3000 MW yang sudah bisa dikonversi menjadi listrik. “Lebih tujuh tahun ini proyek geothermal ini stagnan, sekarang mulai diakselerasi,†pungkasnya. (Humas UGM/Gusti Grehenson)