Dosen Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya Universitas Islam Indonesia, Hepi Wahyuningsih, S.Psi., M.Si berpendapat bentuk-bentuk regulasi diri seperti pensakralan perkawinan, komitmen, dan pengorbanan sangat penting untuk memelihara dan meningkatkan kualitas perkawinan. Sebab bentuk-bentuk regulasi diri tersebut lebih berorientasi pada budaya kolektif daripada budaya individualis. ” Karenanya kebajikan yang penting bagi kualitas perkawinan dalam budaya Indonesia yang kolektif adalah religiusitas, komitmen perkawinan dan pengorbanan,” ungkapnya di Auditorium Fakultas Psikologi UGM, Kamis (11/10). Menempuh ujian terbuka Program Doktor Ilmu Psikologi UGM, promovenda didampingi promotor Prof. Dr. Sartini Nuryoto dan ko-promotor Dr. Tina Afiatin, M.Si serta Dr. Avin Fadilla Helmi, M.Si.
Dalam perspektif eudaimonia, kata Wahyuningsih, kebajikan-kebajikan yang ada pada diri individu tidak berdiri sendiri namun kebajikan-kebajikan tersebut saling terkait dan terintegrasi. Bahwa satu diantara kebajikan-kebajikan tersebut akan menjadi master of virtue yang akan mendalangi/mengintegrasikan virtue-virtue yang lain untuk meraih kesuksesan dan hidup bahagia. “Untuk itu dalam konteks penelitian, ini dapat diasumsikan religiusitas, komitmen perkawinan dan pengorbanan merupakan kebajikan-kebajikan yang saling terkait dan terintegrasi dalam mempengaruhi kualitas perkawinan,” katanya saat mempertahankan desertasi “Model Psikologis Kualitas Perkawinan Pasangan Suami Istri”.
Berdasar pendekatan teori eudaimonik, Wahyuningsih berkesimpulan perkawinan adalah sebuah aktivitas sehingga mengejar kualitas tujuan perkawinan adalah inti dari kualitas perkawinan. Bahwa perkawinan yang tinggi kualitas perkawinannya adalah perkawinan yang terus berkembang karena mengejar tujuan pokok dan tujuan bersama. “Kualitas perkawinan yang tinggi dapat dicapai dengan kebajikan/ virtue, dan religiusitas dalam model psikologis kualitas perkawinan menjadi master of virtue, yang mampu mengintegrasikan virtue-virtue yang lain untuk mengejar kualitas perkawinan yang tinggi,” paparnya.
Bahwa religiusitas istri memiliki peran penting, karena selain berpengaruh baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap kualitas perkawinan istri, religiusitas istri juga berpengaruh secara tidak langsung terhadap kualitas perkawinan suami. “Jika penelitian terdahulu belum mampu menjelaskan secara rinci bagaimana pengaruh terhadap kualitas perkawinan, maka penelitian kali ini telah mampu menjelaskan secara rinci pengaruh religiusitas terhadap kualitas perkawinan,” imbuhnya. (Humas UGM/ Agung)