Memperingati 63 tahun hari lahir Universitas Gadjah Mada, sivitas akademika terus mendorong tumbuhnya semangat keberagaman dan toleransi serta kepedulian diantara segenap warga kampus dan masyarakat. Untuk itu dalam upaya mewujudkan semangat kebhinekaan dan kebangsaan Indonesia, UGM berharap mampu menampung keberagaman tanpa menghilangkan keunikan yang ada diantara sivitas akademika.
“Tema Dies ke-63 kali ini, UGM sebagai cagar budaya kebhinekaan dan kepedulian. UGM berkomitmen menjadi garda terdepan dalam membicarakan isu-isu pluralitas dan mewadahi keaneragaman dan persoalan keilmuan,” ungkap Ketua Dies Natalis ke-63 UGM, Dr. Rizal Mustansyir M.Hum di ruang sidang I UGM, Selasa (16/10) memberi keterangan seputar agenda dies UGM.
Kepada wartawan yang tergabung dalam Fortakgama, Rizal mengungkapkan pluralitas sebagai keniscayaan dan harus diakomodir secara benar dan elegan. Karenanya kegiatan yang dilakukan UGM,termasuk dies natalis berpijak pada kebhinekaan dan kebersamaan dalam mengatasi permasalahan yang terjadi di masyarakat.
Dengan mengakomodir berbagai disiplin ilmu, maka ke-UGM-an tidak hanya menjadi kampus yang membanggakan, namun juga dapat berperan dalam menyatukan keberagaman masyarakat. Sebab sebagai lembaga akademis, UGM harus mampu menjadi cagar budaya yang tidak terkena erosi sekaligus peduli terhadap kemungkinan erosi budaya tersebut.
“Sebagai bagian dari institusi pendidikan, UGM memiliki kontribusi dalam upaya memainkan peran agar budaya lokal tetap lentur di tengah arus globalisasi. Perjalanan UGM secara historis tidak dapat dilepaskan dari semangat kebhinekaan dan kepedulian,” ungkapnya.
Ditambahkan, sebagai cagar budaya maka UGM menumbuhkan atmosfir kepedulian serta kebhinekaan untuk menghargai perbedaan. Sehingga siapapun yang masuk ke UGM akan mendukung suasana itu agar menjadi kultur dan kebiasaan. Melalui bermacam kegiatan yang bertemakan kebhinekaan dan kepedulian, UGM diharapkan dapat berperan mengatasi homogenisasi yang muncul sebagai akibat tergusurnya kultur lokal, kultur asli dan tergerusnya nilai toleransi serta keberagaman di masyarakat. Sebab globalisasi yang terjadi saat ini telah memunculkan homogenisasi kultural dan struktural yang memberikan tekanan kultural pada masyarakat untuk berperilaku sesuai dengan standar yang telah ditetapkan aktor-aktor global tersebut.
Wakil Ketua I Dies Natalis UGM ke-63, Dr. Aprinus Salam menjelaskan berbagai kegiatan dies natalis kali ini dikaitkan dengan nilai-nilai keberagaman dalam rangka menghapus batas dan sekat-sekat yang ada, baik sekat program studi maupun fakultas. Dengan begitu UGM diharapkan mampu menjadi contoh bagi persemaian spirit kebhinekaan dan kepedulian.
Berbagai kegiatan Tridharma terkait penyelenggaraan Dies Natalis ke-63 UGM diantaranya kampus hijau, pekan budaya PKKH, olahraga, kesenian, bakti sosial, pekan ilmiah, pertemuan nasional kagama, malam insan berprestasi, pameran, tumpengan, ziarah, anjangsana, konggres nusantara dan upacara puncak peringatan dies. “Pembukaan akan dilakukan pada hari Jum’at tanggal 19 Oktober 2012 di halaman Balairung dengan melakukan senam bersama,” ujarnya.
Panitia Konggres Pemuda Nusantara, Drs. Haryanto, M.Si mengatakan konggres akan berlangsung selama dua hari, tanggal 27 dan 28 Oktober 2012. Untuk lokakarya pemuda direncanakan berlangsung di Grha Sabha Pramana tanggal 27 Oktober 2012. Sebanyak 20 perguruan tinggi di DIY yang terlibat dalam konggres diharapkan mampu menghasilkan rekomendasi. “Rekomendasi berupa deklarasi akan dibacakan pada peringatan hari peringatan Sumpah pemuda di Balairung tanggal 28 Oktober mendatang, dengan kegiatan semacam ini diharapkan mengurangi kekerasan di kampus dan mengembangkan kebersamaan,” imbuh Sentot Haryanto (Humas UGM/ Agung)