YOGYAKARTA-Indonesian Consortium for Religious Studies (ICRS), yang merupakan program studi S-3 internasional dalam bidang lintas agama dan budaya serta merupakan konsorsium tiga universitas, yaitu Universitas Gadjah Mada, UIN Sunan Kalijaga, dan Universitas Kristen Duta Wacana, didukung oleh Henry Luce Foundation (USA) mengadakan Planning Workshop bertaraf internasional dengan tema “Engaging Southeast Asia: Religion, Public Affairs and Foreign Policyâ€. Planning Workshop ini diselenggarakan tanggal 19-20 Oktober 2012 di Jogjakarta Plaza Hotel.
Pada Planning Workshop pertama di Yogyakarta ini, ICRS mengundang para peneliti, ahli, dan akademisi dari beberapa negara ASEAN seperti Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand, Vietnam dan Filipina. Setelah di Yogyakarta, Planning Workshop akan dilanjutkan pada tanggal 12 November 2012 di Boston, Amerika Serikat.
Menurut Dicky Sofjan, peneliti ICRS yang bertindak selaku Principal Investigator dalam program ini, mengatakan bahwa program tersebut didasari oleh fenomena yang berkembang akhir-akhir ini yaitu semakin berperannya agama dalam kehidupan bernegara dan berbangsa.
“Selain itu kita berharap bisa membangun sebuah network yang terdiri dari para ahli dan peneliti di Asia Tenggara dan Amerika untuk berkolaborasi dalam penelitian mengenai hubungan agama dan kebijakan politik dan luar negeri,â€papar Dicky, Sabtu (20/11).
Ia menjelaskan bahwa agama telah mempengaruhi proses pembuatan kebijakan publik di negara mana pun serta mampu mengatur hubungan antar negara. Perkembangan yang signifikan dapat dilihat pada gerakan-gerakan keagamaan di setiap negara Asia Tenggara yang telah menimbulkan kesadaran bagi pemerintah bahwa agama merupakan kekuatan yang harus diperhitungkan, khususnya dalam pembuatan kebijakan, baik dalam negeri maupun luar negeri.
“Dalam beberapa kasus, kurangnya kerja sama antara negara dan agama sering menimbulkan konflik kepentingan,â€katanya.
Berbagai kebijakan dan pendekatan yang negara terapkan dalam hubungannya dengan agama dan isu-isu seputar keagamaan dianggap kurang efektif dan bahkan tidak sesuai dengan situasi yang terjadi. Kondisi ini kemudian menimbulkan gesekan antara pemerintah dan kelompok keagamaan dalam masyarakat.
Sementara itu berkembangnya kekuatan keagamaan di Asia Tenggara, menurut Dick, juga telah menjadi salah satu isu internasional dan menjadi perhatian dari banyak negara, khususnya Amerika Serikat. Amerika mempunyai sejarah hubungan kerja sama dengan negara di kawasan ASEAN sehingga merasa harus terus mengikuti perkembangan yang terjadi.
“Kebijakan Amerika mengenai War on Terror secara efektif dapat mengurangi ancaman langsung dari kelompok-kelompok yang mendapat stigma teroris, namun di lain pihak kebijakan ini mendorong semakin tumbuhnya kelompok-kelompok ekstremis di Asia Tenggara,â€terang Dicky (Humas UGM/Satria AN)