YOGYAKARTA – Dosen Bagian Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada, dr. Susanna Hilda Hutajulu, Sp.PD., Ph.D., berhasil jadi pemenang pertama kategori penelitian terbaik dalam kompetisi Ristek-Kalbe Science Award (RKSA) 2012 pada 7 September lalu. Setelah sebelumnya berhasil masuk 10 finalis menyisihkan 68 peneliti dari 16 Provinsi.
Hasil penelitian Susanna adalah cara cepat deteksi dini kanker nasofaring. Penelitian sudah dilakukan sejak 2002 lalu dan sudah diterapkan pada 217 pasien di RS Sardjito Yogyakarta. Metode yang dikembangkan adalah metode skrining marker EBV atau deteksi keberadaan virus Epstein-Barr virus. Metode deteksi EBV tersebut dapat diperiksa pada sampel darah dan sikatan epitel nasofarings dan telah digunakan sebagai konfirmasi diagnosis dengan pembanding biopsi. “EBV telah diteliti sebagai faktor yang paling erat kaitannya dengan kejadian NPC,†kata Susanna, di FK UGM.
Bersama 20 anggota tim terdiri 17 peneliti FK UGM dan RS Sardjito dan 3 peneliti asing, kini tengah berupaya mengembangkan marker baru yang didasari proses epigenetik (marker metilasi DNA). Tujuannya untuk melihat apakah marker metilasi ini dapat membantu marker EBV sebagai metode dini. “Penelitian kami menunjukkan bahwa marker metilasi memiliki nilai diagnostik yang baik dengan sensitivitas dan spesifisitas diatas 90% dalam membedakan antara pasien NPC dengan orang normal,†katanya.
Marker metilasi ini selanjutnya akan disertakan juga dalam protokol skrining NPC yang menggunakan marker EBV agar diperoleh ketepatan diagnosis dini yang tidak hanya lebih akurat namun juga lebih cepat. “Kami berharap metode ini dapat membantu pasien-pasien dengan keluhan kronik di area leher kepala untuk dapat diketahui apakah mereka menderita keganasan NPC atau bukan,†imbuhnya.
Bila penderita NPC diketahui dalam kondisi yang awal, maka metode ini dapat dipakai secara luas di rumah sakit lain yang melayani pasien secara langsung.
Gejala dan Penyebab NPC
Susanna menuturkan, Kanker nasofarings atau nasopharyngeal carcinoma (NPC), kanker kejadiannya pada area di bagian atas tenggorokan di belakang telinga. Di Indonesia kejadiannya menempati urutan paling sering di antara kanker lain. Kejadian NPC merupakan terbanyak ke-3 dari semua kanker pada laki-laki di klinik kanker Tulip RSUP Dr Sardjito.
Sama dengan jenis kanker yang lain, di Indonesia metode deteksi dini NPC belum berkembang dengan baik. Akibatnya sebagian besar penderita kanker (termasuk NPC) datang dalam keadaan stadium lanjut. NPC pada stadium dini jarang ditemukan, hanya kurang dari 10% saja. Dengan gejala NPC sering tidak khas seperti hidung tersumbat, hidung berdarah, gangguan pendengaran, nyeri kepala, pandangan ganda dan adanya benjolan di leher. “Umumnya umur dewasa produktif sekitar 40-an tahun, sering mimisan, pilek dan batuk seperti hidung tersumbat. Karena tidak spesifik, gejala-gejala tersebut sering terabaikan dan pasien terdiagnosis setelah kanker meluas dan parah,†katanya.
Area nasofarings sendiri letaknya tersembunyi sehingga adanya benjolan kanker yang sangat kecil dan dini tidak tampak baik oleh pasien atau oleh dokter saat pemeriksaan fisik secara umum.
Penyebab NPC bersifat multifaktorial meliputi faktor genetik, epigenetik, radang kronik di area nasofarings dan faktor lingkungan. Yang termasuk faktor lingkungan adalah paparan bahan-bahan yang bersifat karsinogenik seperti asap rokok dan makanan tertentu yang diasinkan/diawetkan. Faktor lingkungan penting lainnya adalah infeksi suatu virus yang disebut Epstein-Barr virus (EBV).
Dia menambahkan, kebiasaan merokok dan mengkonsumsi makanan yang dibakar dan diawetkan akan mengaktifkan virus Epstein-Barr virus (EBV) yang sudah ada dalam tubuh manusia. “Virus ini akan aktif karena paparan karsinogenik dan EBV ini bisa aktif sampai 20 tahun,†ujarnya. (Humas UGM/Gusti Grehenson)