YOGYAKARTA – Sebuah penelitian disertasi yang mengkaji 22 judul novel feminis yang pernah terbit di Indonesia dalam rentang waktu 1920 hingga 2000-an, menghasilkan empat nama orang penulis laki-laki yang dianggap memiliki pandangan Feminis. Siapa saja mereka? Sutan Takdir Alisjahbana (STA), Yusuf Bilyarta Mangunwijaya, Putu Wijaya dan Pramoedya Ananta Toer. “Dari novel mereka, sangat jelas feminismenya. Mereka sebagai sebagai laki-laki feminis, karena memiliki kesadaran terhadap kesetaraan gender,†kata Dosen Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Universitas Negeri Yogyakarta, Dra. Wiyatmi, M.Hum. saat mempertahankan penelitian disertasinya dalam ujian doktor di Fakultas Ilmu Budaya UGM, Selasa (23/10). Bertindak selaku Promotor Prof. Dr. Siti Chamamah Soeratno, Ko-promotor Dr. Juliasih dan Dr. Wening Udasmoro.
Wiyatmi mengatakan, keempat penulis ini selalu memasukkan pandangan feminis dalam karya novel mereka. Bahkan dari novel-novel itu ikut berperan dalam melanjutkan kritik terhadap hegemoni patriarkat yang berlaku dalam masyarakat sejak masa kolonial sampai saat ini. “Perlawanan tersebut diwujudkan dengan memberikan kesempatan pada perempuan untuk menempuh pendidikan di sekolah dan luar sekolah, serta memberikan kesempatan pada perempuan untuk berperan di sektor public,†katanya.
Dari 22 judul Novel yang 70 persennya mengangkat persoalan perempuan, Wiyatmni menyebutkan beberapa judul novel yang mengangkat perlawanan terhadap kuasa pariarkat di sektor domestik berwujud dalam kritik dan perlawanan terhadap tradisi pingitan, kawin paksa, poligami dan kekerasan terhadap perempuan dalam rumah tangga dan dominasi ekonomi. Diantaranya digambarkan dalam novel Azab dan Sengsara, Sitti Nurbaya, Kehilangan Mestika, Widyawati, Atheis, Bumi Manusia, Para Priyayi, Perempuan Berkalung Sorban, Geni Jora dan Namaku Temerawut.
Sedangkan perlawanan terhadap kuasa patriarkat di sektor pulik tergambar dalam novel Kehilangan Mestika, Jalan Bandungan, Manusia Bebas, Saman dan Larung.
Dalam bidang ekonomi, novel yang mengisahkan kemampuan manajerial perempuan dalam mengelola perusahaan bahkan memberikan perhatian yang besar dalam mengatasi masalah pengangguran didapatkan dalam novel Burung-burung Rantau, Bumi Manusia, Canting dan Putri. Adapun keikutsertaan perempuan dan organisasi sosial terdapat dalam Layar Terkembang, Belenggu, Manusia Bebas, Atheis dan Senja di Jakarta. (Humas UGM/Gusti Grehenson)