YOGYAKARTA – Menteri Lingkungan Hidup, Prof. Dr. Balthasar Kambuaya, M.B.A., menegaskan Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) berencana mengevaluasi seluruh ijin pertambangan yang disinyalir merusak kondisi lingkungan. Pasalnya beberapa usaha pertambangan tidak hanya berdampak merusak sumber daya hutan dan lingkungan hidup, namun juga tidak berhasil meningkatkan taraf hidup masyarakat yang tinggal di sekitar areal tambang. “Kita ingin memastikan bisnis pertambangan tidak merusak lingkungan,†kata Kambuaya saat membuka workship peluang dan tantangan pengelolaan lingkungan hidup di otonomi daerah di Jogja Plaza Hotel, Rabu (24/10).
Menteri KLH menyebutkan, sejak tahun 2010 ada 77 ijin penggunanan lahan hutan untuk pertambangan telah memanfaatkan lahan seluas 43.136 hektar dan dan 68 ijin pinjam pakai hutan seluas 50.113 hektar.
KLH juga akan mendorong pemerintah daerah untuk melaksanakan komitmennya dalam upaya penurunan emisi gas rumah kaca sebesar 26 persen dalam rangka mendukung perlindungan dan konservasi sumber daya alam. Beberapa program yang kini tengah galakkan KLH dengan daerah, diantaranya perlindugan dan konservasi sumber daya alam (SDA) dan lingkungan hidup (LH), pengembangan kapasitas pengelolaan SDA dan LH,, dan pengembangan kualitas dan akses informasi SDA dan LH, serta pengendalian pencemaran dan kerusakan SDA dan LH.
Sementara Wagub DIY Sri Pakualam IX mengatakan kualitas dan kuantitas sumber daya alam mempengaruhi derajat kehidupan manusia. Upaya manusia untuk menjaga kelestarian sumber daya alam sangat dibutuhkan. “Agar dunia tetap rahayu dan lestari, perilaku manusia harus selaras dan harmoni dengan alam. Baik dan buruk bumi ini tergantung dari perilaku manusia itu sendiri,†ungkapnya.
Sedangkan Wakil Rektor Bidang Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat UGM Prof. Dr. Suratman, M.Sc., mengatakan potensi keanekragaman hayati yang dimiliki Indonesia saat ini bisa dimanfaatkan untuk pembangunan ekonomi nasional dan kesejahteraan masyarakat. “Keanekaragaman hayati sumber penyediaan bahan panaan dan obat-obatan,†katanya. (Humas UGM/Gusti Grehenson)