Lahan pengembangan usaha ternak sapi di Indonesia masih kurang. Peternakan yang dilaksanakan saat ini umumnya hanya dibangun dalam lahan yang sangat terbatas. Padahal Indonesia memiliki lahan baik berupa hutan maupun perkebunan yang cukup luas untuk bisa dijadikan sebagai lahan peternakan.
“Kondisi dunia peternakan kita bisa dikatakan ironis. Bagaimana tidak untuk mengembangkan usaha peternakan saja tidak punya lahan,†kata Dekan Fakultas Peternakan UGM, Prof. Dr. Ir. Ali Agus, DAA., DEA., Rabu (24/10) di kampus setempat dalam rangkaian acara dies natalis Fakultas Peternakan UGM ke-43.
Ali Agus menyebutkan bahwa lahan seluas 2 sampai 3 hektar idealnya digunakan untuk menggembalakan satu ekor sapi. Sementara di Indonesia sendiri hingga saat ini terdapat setidaknya 14 juta ekor sapi ternak. “ Di Indonesia banyak areal yang bisa dijadikan sebagai lahan peternakan seperti hutan maupun areal pertanian,†jelasnya.
Untuk mengatasi persoalan tersebut, Ali Agus mengatakan perlu adanya sinergi antara dinas peternakan dengan kementrian kehutanan maupun kementrian pertanian dalam pemanfaatan lahan. Dengan adanya sinergi antar lembaga terkait diharapkan dapat meningkatkan potensi usaha dunia peternakan Indonesia untuk mewujudkan swaembada pangan nasional.
Ali Agus memperkirakan upaya mewujudkan swasembada daging pada 2014 cukup berat. Meskipun pemerintah Indoensia mendorong pengembangan ternak sapi, upaya tersebut dirasa belum bisa meengejar pecapaian swasembada sapi. Pasalnya permintaan terhadap daging sapi masih tergolong tinggi untuk memenuhi kebutuhan daging sapi nasional yang mencapai 484 ribu ton setahun. “Peternakan sapi Indonesia saat ini baru dapat memenuhi sekitar 60 persen kebutuhan daging nasional. Tahun 2009 kita masih harus impor sekitar 800 ribu ekor sapi dan di tahun 2011 sebanyak 300 ribu ekor sapi, itu belum termasuk dagingnya. Kebutuhan cukup tinggi tapi belum bisa memenuhi sendiri, padahal potensi lokal besar,†paparnya.
Dalam kesempatan tersebut Ali Agus juga menyampaikan bahwa Fakultas Peternakan UGM menggelar serangkaian kegiatan memperingati dies natalis ke-49. Seperti kuliah kebijakan publik (7/11) yang menghadirkan Dirjen Peternakan dan Kesehataan Hewan, Kementan RI, dan Badan Nasional Pengelolaan Perbatasan, Seminar Nasional “Reformulasi Konsep Integrasi Sawit-Sapi†dengan narasumber salah satunya adalah Meneg BUMN(7-8/11), dan temu alumni serta dialog antar generasi (10/11). Selanjutnya gelar budaya mengetengahkan pagelaran wayang kulit dengan lakon “Lahire Wisanggeni†(10/11) dan puncaknya dengan pidato dies (12/11). (Humas UGM/Ika)