Di luar masalah energi, migas dan pertambangan, ketahanan pangan menjadi salah satu bidang strategis jangka panjang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Di luar itu masih ada masalah lain termasuk pemasukan pajak, pengamanan aset negara dan bantaun-bantuan luar negeri yang menjadi perhatian KPK.
Selaku Ketua Tim Monitoring Ketahanan Pangan KPK, Asep Rachmat Suwanda mengatakan di bidang ketahanan pangan KPK tidak menyoroti dalam konteks kerugian negara secara langsung seperti menangani barang dan jasa, namun lebih menyoroti dampak masalah ketahanan pangan jika tidak ditangani secara serius. Untuk itu, ia mengajak semua stakeholders, termasuk masyarakat kampus untuk pro aktif memantau program-program pemerintah baik di level kebijakan hingga implementasi terkait bidang ketahanan pangan.
“Karena permasalahan ada dari hulu hingga hilir, jika tidak diseriusi betul oleh pengelola negara maka dampaknya akan luar biasa. Banyak fenomena yang telah kita tangkap termasuk informasi-informasi yang masuk ke KPK, di pemerintahan saja terdapat 20 instansi BUMN yang berperan mewujudkan ketahanan pangan,” ujar Asep di ruang multimedia, Kamis (25/10) saat berlangsung diskusi Analisis Korupsi Kebijakan Sektor Pangan antara tim monitoring ketahanan pangan KPK dengan UGM.
Hal senada disampaikan Rektor UGM, Prof. Dr. Pratikno, M.Soc., Sc. Dikatakannya, menjadi tidak masuk akal untuk masyarakat Indonesia dengan kekayaan melimpah, namun mayoritas petani masih mengalami masalah pangan. “Ini menjadi ironis di tengah negara lain gencar menyediakan stok pangan, Indonesia masih saja berkutat dengan impor pangan,” katanya.
Rektor menduga korupsi dalam sektor pangan justru terjadi di tingkat kebijakan. Sehingga kondisi menjadi lebih parah, sebab korupsi tersebut telah terjadi sebelum mengkorupsi anggaran dan lain-lain.
Direktur Pusat Kajian Anti Korupsi (PuKAT) UGM, Zainal Arifin Mochtar, S.H., L.L.M menambahkan bicara soal korupsi pertanian atau soal ketahanan pangan sesungguhnya bukan kasus Indonesia semata. Bahkan Food and Agriculture Organization (FAO) melansir ada 60 negara lain di dunia yang memiliki problem sama. “Indonesia tidak sendirian, ada 60 lebih negara dunia memiliki permasalahan sama, bagaimana mereka mengolah ketahanan pangan yang diakibatkan problem praktik-praktik koruptif,” tambahnya.
Korupsi di bidang pangan, kata Zaenal, terjadi dari hulu hingga ke hilir, dari pengadaan bibit hingga pengiriman. Karena itu, ia menawarkan pada KPK untuk bekerja bersama dalam mewujudkan audit kualitas agar benih layak dibagikan. selain itu untuk bekerjasama dalam membuat kebijakan bidang pangan yang tidak terlalu pro pasar. “Kebijakan-kebijakan yang lebih menguntungkan petani dan peternak,”imbuhnya. (Humas UGM/ Agung)