YOGYAKARTA – Satuan Kerja Pengembangan Kinerja Pengelolaan Air Minum (Satker PK-PAM) DIY pada tahun 2013 akan membangun sarana sistem air bersih di daerah Kabupaten Gunung Kidul dengan target pelayanan kurang lebih 7.000 jiwa “Ada 8 desa yang masuk kategori daerah rawan air di Gunungkidul,†kata pengurus Satker PK PAM DIY Ir. Hadianto Hadiwidjaja dalam Diskusi hasil kajian pendayagunaan iptek masyarakat di Fakultas Teknik UGM, Kamis (1/11). Hadir dalam diskusi tersebut Kepala Bidang Transfer Iptek Kemenristek, Ari Hendrarto, Peneliti Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan (Pustek), Drs. Putut Indriyono, Peneliti Energi Terbarukan, Ahmad Agus Setiawan, ST, M.Sc., Ph.D., dan Peneliti Teknik Hidro, Ir. Darmanto Dip. HE, MSc.
Kendati tidak menyebutkan nama dari delapan desa, Hadianto mengatakan kondisi topografis daerah Gunungkidul yang berbukit-bukit butuh investasi cukup besar dalam pembangunan sarana air bersih. Ditambah curah hujan yang rendah tidak sebanding dengan luasnya wilayah kabupaten menyebabkan keberadaan sumber air baku tidak merata di semua kecamatan. “Kalaupun ada sumber air baku tapi belum memenuhi syarat sebagai air minum memerlukan treatment khusus, sebelum dapat dimanfaatkan,†katanya.
Ahmad Agus Setiawan mengatakan teknologi pompa air tenaga surya adalah salah satu solusi untuk mengangkat air di daerah sulit air. Melalui pemanfaatan energi surya bisa menjangkau daerah yang belum mendapat sambungan jaringan air bersih.
Di Gunungkidul, saat ini setidaknya sudah ada dua daerah yang telah memanfaatkan teknologi pompa tenaga surya untuk mengangkat air, yakni Dusun Banyumeneng, Desa Giriharjo, Panggang, Gunung Kidul dan Dusun Sureng, Desa Purwodadi, Kecamatan Tepus, Gunungkidul. “Di Banyumeneng dibangun sejak 2009 dan masih berjalan. Sedangkan di Tepus baru dibangun tahun ini,†katanya.
Yang menjadikan teknologi pompa surya di Banyumeneng masih tetap bertahan dan berjalan menurut Agus Setiawan karena dibentuknya pengurus pengelola air oleh masyarakat pengguna air. Pengurus inilah yang mengatur pembagian air dan membiayai perawatan pompa dan panel surya. Namun keluhan yang sering disampaikan masyarakat adalah kecilnya jumlah debit air yang mampu diangkat oleh pompa tersebut. Padahal menurut Agus, besar kecilnya jumlah debit air menyesuaikan tingkat pancaran panas sinar matahari yang berhasil diserap dan disimpan panel surya. “Sekitar 50 persen masyarakat menginginkan sistem pompa surya ini digabung dengan listrik agar debit air semakin besar,†tandasnya.
Kepada wartawan, Ari Hendrarto dari kementerian Riset dan Teknologi menegaskan Kemenristek berencana akan terus menggelontorkan dana untuk mendukung pembangunan sarana air bersih di daerah sulit air di DIY. Salah satunya, pemanfaatan energi surya untuk menggerakan pompa air dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat akan air bersih. “Tahun 2013 kita tetap mengalokasikan anggaran untuk itu. Ristek tetap berkomitmen bahwa teknologi harus didekatkan ke masyarakat,†katanya. (Humas UGM/Gusti Grehenson)