SUKOHARJO-Di Indonesia, jagung merupakan komoditas strategis dan bernilai ekonomis, karena sebagai sumber utama karbohidrat setelah beras. Selain itu, dari tahun ke tahun produksi jagung nasional juga meningkat. Sayangnya, dari sisi kuantitas dan kualitas belum mencukupi kebutuhan sehingga saat ini terus dilakukan berbagai upaya pengembangan varietas unggul jagung seperti produktivitas yang tinggi serta tahan hama dan penyakit.
Ini pula yang dilakukan oleh peneliti UGM Dr. Budi S. Daryono, M.Agr.Sc dan Dr. Diah Rachmawati, S.Si., M.Si., (Fakultas Biologi) serta Ir. Muh. Yasin Hasanul Gaffar, M.S. APU (Balai Penelitian Tanaman Serelia, Maros).
Sejak awal tahun 2008 mereka telah mengembangkan jagung hibrida Gama GS dan SG yang merupakan hasil persilangan antara varietas Guluk-Guluk dengan Srikandi Kuning-1 yang memiliki keunggulan dibandingkan varietas lainnya.
“Unggul baik dari waktu panen yang lebih cepat, tahan hama, dan mampu ditanam di lahan yang kering sekalipun,â€tutur Budi S. Daryono di sela-sela panen jagung hibrida Gama GS dan SG di Bakipandeyan, Baki, Sukoharjo, Jawa Tengah, Kamis (8/11).
Lebih jauh Budi menjelaskan rangkaian penelitian jagung hibrida Gama GS dan SG ini dimulai dari studi pewarisan dan identifikasi gen ketahanan jagung pada virus (2008), perakitan jagung tahan virus dan perbaikan nutrisi jagung lokal (2009), uji adaptasi dan ketahanan di KP4 dan Gunungkidul (2010), serta uji multilokasi (2011-2012).
“Uji multilokasi telah dilakukan di Sleman, Klaten, Sukoharjo, Madura, Probolinggo, Sulawesi Utara dan Sulawesi Selatan,â€tambah Budi.
Untuk metode pelaksanaan penanaman jagung di setiap lokasi digunakan rancangan acak kelompok dengan tiga ulangan. Sebanyak 9 entri/genotype yaitu 2 kandidat jagung hibrida (Gama GS dan Gama SG), 5 genotipe jagung biji kuning 9Sukmaraga, Srikandi Kuning-1, Lamuru, Bisma dan Bima-4), dan 2 hibrida pembanding (Pioneer 21 dan Bisi 816) diuji di 8 lokasi.
Hasil persilangan varietas Guluk-Guluk dengan Srikandi-1 ini diketahui telah mempunyai ketahanan terhadap Cucumber Mosaic Virus (CMV) dan kandungan protein yang tinggi. Umur panen jagung hibrida Gama SG dan Gama GS juga menunjukkan lebih cepat (80-83 hari) daripada varietas pembanding lainnya (90-108 hari). Sementara itu rata-rata potensi produksi jagung Gama GS mencapai 7,5 ton/ha dan Gama SG mencapai 7 ton/ha.
“Disamping itu varietas yang berasal dari Madura ini juga dapat ditanam di daerah kering seperti di Gunungkidul, Wonogiri, Madura, NTT dan NTB,â€urai Budi yang juga dikenal sebagai peneliti melon itu.
Keunggulan varietas GS dan SG ini juga diakui oleh Suparji, petani jagung dari Bakipandeyan, Sukoharjo. Dari sisi perawatan, varietas jagung ini juga sederhana baik pemupukan maupun pengairan. Untuk ketahanan terhadap hama dibandingkan varietas lain juga diakui oleh Suparji.
“Kalau yang lain biasanya mudah dimakan ulat tapi ini tidak,â€papar Suparji (Humas UGM/Satria AN)