YOGYAKARTA – Pasca Pembubaran BP Migas oleh Mahkamah Konstitusi tetap saja menuai pro dan kontra. Tidak terkecuali para ekonom yang memandang pembubaran tersebut terkesan buru-buru. Kendati BP Migas dinilai gagal menaikan produksi minyak RI dalam dua dekade terakhir. Bahkan pengelolaan dan eksplorasi sumberdaya migas lebih banyak diserahkan kepada asing.
Salah satunya Ekonom UGM, Dr. Toni Prasetiantono, menyesalkan pembubaran BP Migas tersebut yang menurutnya terkesan buru-buru tanpa melibatkan pendapat dan diskursus di masyarakat. “Kok begitu mudahnya dibubarkan istitusi penting, dibubarkan dalam satu malam. Kok bisa keputusan besar seperti tidak ada diskursus dan debat publik. Ini operasi diam-diam,†kata Toni dalam dalam seminar likuidasi BP Migas dan Masa Depan Minyak Indonesia di auditorium BRI FEB UGM, jumat (23/11).
Toni menilai, Ketua MK Prof. Dr. Mahfud MD, sedikit bersikap arogan dalam memutuskan pembubaran BP Migas. Padahal keberadaan BP Migas sangat vital. “BP Migas itu mewakili negara dan pemerintah. Jika diaggap pro asing hanya pembuat kebijakannya yang salah bukan lembaganya,†imbuhnya.
Kendati pembubaran BP Migas tersebut memberikan dampak positif dalam pembenahan pengeloalaan sumberdaya migas dari produksi hulu hingga hilir namun menurutnya harus dipikirkan langkah selanjutnya karena tidak akan serta merta meningkatkan produksi minyak di masa mendatang. Apalagi saat ini Indonesia menjadi net importer minyak hingga 400 barrel per hari. Sedangkan produksi minyak Indonesia hanya mampu memproduksi 870 barrel per hari untuk memnuhi kebutuhan penduduk lebih dari 234 juta jiwa. “Kalo dikatakan gagal iya. Tapi melanggar UUD tidak, karena liftingnya saja rendah. Itu menandakan kekuasananya besar (BP Migas) tidak berhasil menguatkan lifting,†ungkapnya.
Direktur Indonesia Center for Green Economy, Darmawan Prasodjo, Ph.D., menuturkan perusahaan pengelola migas nasional seperti Pertamina hanya mampu mengelola produksi nasional sebanyak 20 persen. Selebihnya diserahkan ke perusahaan asing. “Kita bukan tuan rumah mengelola sumber daya mineral,†katanya. (Humas UGM/Gusti Grehenson)