YOGYAKARTA – Anggota Komisi II DPR RI, Ganjar Pranowo, menilai pemerintah tidak serius dalam melaksanan reformasi birokrasi. Pasalnya, ditemukan semakin banyaknya persoalan korupsi dan diskresi yang dilakukan oleh birokrat dan pejabat publik yang menyebabkan tergganggunya pelayanan publik. Bahkan dibuktikan minimnya dukungan pemerintah kepada Ombudsman untuk mengawal penyelenggaraan pelayanan publik. “Ombudsman hanya asesoris, anggaran mereka hanya Rp 63 milyar yang seharusnya Rp 500 milyar. Saya punya keyakinan, reformasi birokrasi tidak akan jalan, hanya tinggal itikad baik saja,†kata Ganjar dalam Seminar Nasional Reformasi Birokrasi Memutus Rantai Korupsi di Auditorium MM UGM, Sabtu (24/11).
Ganjar berpendapat, ketidakseriusan pemerintah dalam melakukan reformasi birokrasi disebabkan persaolan pada kemauan dan itikad baik kalangan birokrat yang dinilai Ganjar masih sangat rendah. “Ada yang status quo. Ada yang menganggap mereka sebentar lagi mau pensiun. Ada juga yang merasa nyaman dengan kondisinya, sekedar naik pangkat,†katanya.
Setelah lima tahun dicanangkan, reformasi Birokrasi diakui Ganjar masih berjalan di tempat. Semua itu berpulang pada integritas birokrat dan pejabat publik untuk serius dan tidak melaksanakan reformasi birokrasi. “Itegritas itu personal. Tinggal wani opo ora (berani atau tidak),†terangnya.
Dalam kesempatan tersebut, Alumnus Fakultas Hukum UGM ini juga menyesalkan jika saat ini birokrat berlomba-lomba mengejar predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari BPK. Sebagai sebuah lecutan semangat, bagi Ganjar hal itu tidak masalah. Namun di kemudian hari terbukti para birokrat dan kepala daerah masuk penjara karena terlibat korupsi, hal itu akan menjadi bumerang. “Sekarang WTP BPK seperti jualan kacang, semua pada minta diaudit,†katanya.
Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi UGM, Oce Madril, mengatakan korupsi di daerah semakin meningkat. Modus korupsi yang dilakukan relatif hampir sama yakni melakukan mark up dan pengadaan barang dan jasa. “Setiap tahun tidak pernah dievaluasi secara serius,†katanya.
Mengutip dari sumber Kementerian Dalam negeri, dia menyebutkan sebanyak 173 Gubernur dan mantan kepala daerah terlibat korupsi. Sekitar 474 pejabat yang sudah divonis dan 1.000 birokrat ditenggarai terlibat korupsi. Namun demikian, Oce menyesalkan apabila beberapa dari 474 pejabat yang sudah divonis tersebut ditempatkan kembali ke jabatannnya bahkan dipromosikan. “Ini sangat keterlaluan,,†katanya. (Humas UGM/Gusti Grehenson)