YOGYAKARTA – Peristiwa kebakaran hutan di Indonesia hampir terjadi setiap tahun. Peristiwa kebakaran hutan dipicu adanya pembakaran awal dalam aktivitas manusia. Upaya pemerintah dalam menghentikan kebakaran hutan dan lahan telah banyak dilakukan salah satunya dengan membentuk Pusat Pengendalian Operasi Kebakatan Hutan dari tingkat nasional, provinsi dan kabupaten, namun belum memperoleh hasil yang signifikan.
Peneliti Balai Penelitian Kehutanan Banjarbaru, Kalimantan Selatan, Drs. Acep Akbar, MP., mengatakan penghentian peritiwa kebakaran hutan sebenarnya dapat dilakukan dengan mengajak masyarakat sekitar hutan yang paling dekat dengan sumber api serta lembaga formal yang selama ini telah melakukan upaya pencegahan. “Kesenjangan komunikasi antar pihak pelaksana lembaga formal dengan masyarakat menjadi salah satu penyebab strategi pencegahan kebatakarn hutan tidak efektif dalam menurunkan kejadian kebakaran hutan,†kata Acep dalam ujian terbuka promosi doktor di fakultas Kehutanan UGM, Sabtu (24/11).
Pencegahan kebakaran hutan berbasis masyarakat seperti yang dilakukan tiga etnis sub suku dayak yang hidup di sekitar hutan Mawas Kalimantan Tengah bisa dipraktikkan di daerah lain. Adanya kearifan lokal masyarakat di sekitar hutan yang melakukan pencegahan kebakaran hutan dan lahan.
Tiga etnis sub suku dayak yang hidup di sekitar hutan Mawas, yakni suku Dayak Kapuas, dayak Maanyan, dan Dayak Bakumpay. Ketiganya memiliki kearifan lokal dalam pencegahan yang terdiri dari kearifan penyebab kerawanan hutan terhadap kebakaran, penyebab api liar, sumber api rutin di lahan, teknik mencegah terjadinya kebakaran, tanda kemarau dan adanya sangsi jipen (denda) bagi pelanggar pembakaran. “Prinsip pemadaman di masyarakt ditunjukkan adanya sistem kebersamaam menghadapi musim kemarau. Aktivitas pemadaman dilakukan dengan cara memadamkan api kecil dan pembakaran terkendali pada ladang,†katanya.
Umumnya masyarakat Dayak yang hidup di sekitar hutan menganggap api sebenranya dapat dicegah karena dapat diketahui secara dini. Api liar umumnya berasal dari kelalaian sebagian kecil masyarakat saat membuka ladang dengan membakar. Kebakaran terjadi akibat kelalaian yang saat pembakaran di kondisi cuaca sangat kering dan angin kencang sehingga muncul api loncat yang dapat menjadi api liar baru di sekitar hutan. (Humas UGM/ Gusti Grehenson)