Kehidupan sebelum di Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS) berpengaruh terhadap resiliensi anak didik di LAPAS. Kelemahan dalam regulasi emosi sebelum masuk LAPA dapat kembali muncul ketika berada di LAPAS dan bisa memperburuk kemampuan penyesuaian anak didik jika mereka kurang memiliki dan kurang memanfaatkan aset-aset atau potensi-potensi internal yang dimilikinya. Sebaliknya, bagi anak didik yang cukup memiliki aset internal dan mampu menggunakannya ketika di LAPAS, maka efek negatif kehidupan pra LAPAS terhadap resiliensi dapat diminimalkan.
Demikian salah satu kesimpulan Yulia Sholichatun, S.Psi., M.Psi, dosen Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri, Malang saat menempuh ujian terbuka Program Doktor Ilmu Psikologi UGM, Senin (26/11). Didampingi promotor Prof. Dr. M. Noor Rochman Hadjam dan ko-promotor Dr. Tina Afiatin serta Subandi, M.A., Ph.D., promovenda mempertahankan desertasi “Regulasi Emosi dan Dukungan Sosial Sebagai Moderator Hubungan Stres dan resiliensi Pada Anak Didik di LAPAS Anak”.
Yulia mengatakan LAPAS memberikan sumbangan penting terhadap proses resiliensi anak didik. Sumbangan tersebut diberikan melalui beragam bentuk dukungan baik secara emosi melalui pendampingan para petugas maupun secara instrumental dan informatif melalui sarana-sarana, kontrol dan aturan, serta program-program pembinaan untuk anak didik.
Iapun berharap para petugas LAPAS untuk selalu meningkatkan pengetahuan khususnya terkait dengan pemahaman terhadap kondisi psikologis anak didik. Melalui upaya pemberian dukungan secara emosional dan informatif diharapkan lebih mengena pada kebutuhan anak didik, baik kebutuhan ketika masih dibina di LAPAS maupun ketika sudah keluar LAPAS. “LAPAS hendaknya melakukan pengembangan pola pembinaan yang lebih menekankan pada kesiapan psikologis anak didik untuk kembali ke masyarakat,” katanya.
Karena itu, ketrampilan-ketrampilan psikologis sangat diperlukan untuk diajarkan pada anak didik, seperti kemampuan dalam hal manajemen stres, problem solving dan kemampuan dalam mengendalikan emosi. Sedangkan terkait temuan peran agama bagi resiliensi anak didik, LAPAS disarankan dapat memberikan perhatian terhadap pengembangan keagamaan anak didik. “Tidak terbatas dalam ritual ibadah, tetapi juga pada penanaman nilai keimanan serta pengaruhnya terhadap karakter dan perilaku sehari-hari anak didik,” imbuhnya. (Humas UGM/ Agung)