Perkembangan teknologi informasi yang cukup pesat turut berpengaruh terhadap perpustakaan. Kemajuan teknologi informasi tersebut menjadikan perpustakaan dapat berjejaring secara global melalui aplikasi mobile yang sering disebut dengan mobile librarianship.
Aplikasi mobile tersebut tentunya mempermudah masyarakat akademis maupun masyarakat umum dalam mengakses informasi tanpa batasan jarak, ruang, dan waktu. Bahkan dapat membangun masyarakat informasi yang memanfaatkan jaringan perpustakaan digital. Kendati begitu masih terdapat sejumlah tantangan menuju perpustakaan berjejaring dan mobile ini.
Prof. Dr. Ir. Achmad Djunedi, MURP., dosen Manajemen Informasi dan Perpustakaan Sekolah Pascasarjana UGM menyebutkan perbedaan kultur atau tradisi menjadi tantangan membangun perpustakaan berjejaring dan mobile dari yang sebelumnya yaitu perpustakaan tradisional. Perpustakaan tradisional kemampuannya masih berorientasi pada koleksi, dengan struktur hirearkis, layanan yang terbatas, d pengguna tertentu, pengetahuan yang terpusat, berorientasi masa lalu, dan fokus tujuan berupa koleksi. Sedangkan perpustakaan berjejaring memiliki kultur sebaliknya yakni kemampuan pada akses infromasi, struktur yang terbuka, akses universal, pengguna yang bebas, pengetahuan tersebar, berorientasi masa epan, berfokus pada akses, dan citra yang dibangun ditekankan pada inovasi. “Jadi tantangan berat membangun perpustakaan berjejaring karena adan perbedaan kultur atau tradisi dengan perpustakaan tradisional yang suda lama dijalankan, “ jelasnya Selasa (4/12) dalam Seminar Nasional Menuju Perpustakaan Berjejaring dan Mobile†di Grha Sabha Pramana (GSP) UGM.
Pasokan teknologi informasi dan manajemen infromasi, lanjutnya, juga merupakan faktor yang harus diperhatikan dalam membangun perpustakaan berjejaring dan mobile. Pasalnya, untuk menyediakan pasokan teknologi informasi membutuhkan dana yang cukup besar, sedangkan dalam hal manajemen informasi memerlukan kemampuan baru atau sumber daya manusia yang ahli di dalamnya seiring dengan tuntutan penyediaan informasi yang harus selalu up to date. Ditambah lagi dengan persolanan pengamanan terhadap akses yang tidak berhak dan kemungkinan adanya pencurian atau peruskan terhadap peralatan teknologi informasi yang mahal.
Sementara tantangan di masa depan dihadapkan pada penambahan koleksi digital yang terkendala oleh hak cipta (copyrights). Selain itu, privatisasi hasil digitalisasi barang milik publik yang masih menjadi perdebatan apakah hasil digitalisasi dari barang milik public menjadi karya privat atau tetap bersifat milik publik. “Kalau untuk penambahan koleksi digital beberapa perpustkaan digital telah memiliki startegi untu mengatasinya seperti dengan cara digitalissi naskah lama yang sudah tidak akan dicetak ulang, digitalisasi pustaka yang tidak ada lagi penulis atau ahli warisnya, penambahan koleksi kultural tetapi non teks menjadi koleksi foto atau video digital, serta kolaborasi pemanfaatan koleksi digital perpustakaan lain,†urainya.
Djunaedi menambahkan strategi lain dengan melakukan pemasaran layanan perustkaan digital. Hal ini penting dilakukan agar masyarakat mengetahui layanan perpustakaan dan mau memanfaatkannya untuk mewujudkan masyarakat berbasis pengetahuan. Pemasaran dapat dilakukan dengan cara yang mudah dan murah seperti melalui email-milis, web site, face book dan jejaring sosial lainnya. Pemasaran juga perlu dilakukan ke perpustakaan digital yang belum membangun jaringan kolaborasi perpustakaan digital. “Strategi lain dengan melakukaninovasi baru semisal penambahan dan akses koleksi digital, peminjaman koleksi, katalogisasi, pemanfaatan teknologi informasi dan masih banyak lainnya. Namun yang perlu diperhatikan inovasi harus selalu dikawal dengan manajemen perubahan,†tandasnya.
Budi Susanto, S.Kom., M.T., dosen Teknik Informatika Universitas Kristen Duta Awacana (UKDW) Yogyakarta, mengatakan aplikasi mobile untuk perpustakaan dapat dimulai dengan terlebih dahulu memahami teknologi dan tren mobile. Disertai pemahaman terhadap dampak dari teknologi mobile terhadap informasi dan perpustkaan. Selanjutnya menggabungkan kedua hal tersebut dengan kepakaran dan pengalaman kepustakawanan untuk mengembangkan dan membentuk layanan mobile context.
Menurutnya, tahapan pengembangan dilakukan dengan menyiapkan laman perpustkaan versi mobile yang dapat berisi profil perpustkaan, pencarian katalog, informasi operasional, kebijakan perpustakaan layanan pemesanan buku, fasilitas, dan notifikasi status buku. Berikutnya meneydiakan fasilitas berbagi pada situs jejaring sosial, memfasilitasi pembaca e-book, dan mengembangkan visual tour.
Sementara Wakil Rektor Bidang Akademik dan Kemahasiswaan, Prof. dr. Iwan Dwiprahasto, M.Med., Sc., Ph.D menegaskan UGM mendorong perpustakaan untuk lebih dekat dengan mahasiswa dan stakeholder lainnya. Perpustakaan diharapkan tidak lagi hanya menjadi tempat pembelajaran yang mendekatkan mahasiswa ke sumber informasi, tetapi menjadi sumber informasi dan pembelajaran yang semakin mendekatkan diri ke mahasiswa dan masyarakat.
“Dengankondisi dunia yang semakin maju, semestnya paradigma perpustkaan harus bergeser. Jadi kita tidak lagi datang ke perpustakan, tetapi perpustakaan yang mendekati stakholdernya sehingga perpustkaan mampu mencerdaskan masyarakat, bangsa dan Negara dengan sumber belajar yang lebih aksesibel baik dari segi jarak, ruang, dan waktu ,’ ujarnya. (Humas UGM/Ika)