Setidaknya 20 juta jiwa warga miskin di Indoensia yang belum memiliki jaminan asuransi kesehatan akan bernafas lega pada 2014 mendatang. Pasalnya pemerintah akan menjamin seluruh Indonesia untuk mendapatkan jaminan kesehatan menyusul disahkannya Undang Undang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (UU BPJS).
Ketua Asosiasi Jaminan Sosial Daerah DIY, Sugeng Irianto mengatakan BPJS Kesehatan meliputi PNS, TNi dan Polri, serta warga miskin. Bagi warga miskin, pada tahun 2014 mendatang pemerintah akan menaikkan quota sebesar 20 juta dari 76,4 juta jiwa menjadi 96,4 juta jiwa. “Dengan begitu akan memberikan kesempatan bagi pekerja baik formal maupun informal dengan pendapatan di bawah UMR memperoleh jaminan asuransi kesehatan apabila sakit. Demikian halnya bagi masyarakat yang belum tercover asuransi kesehatan,†katanya, Selasa (4/12) dalam Diskusi Tentang Jaminan Kesehatan Daerah yang diselenggarakan Pusat Kebijakan Pembiayaan dan Manajemen Asuransi Kesehatan ( KPMAK) Fakultas Kedokteran UGM.
Dalam kesempatan tersebut Sugeng juga menyorot tentang kriteria penerima Jamkesos yang memang seharusnya berubah tidak hanya karena seseorang berasal dari keluarga miskin dan tidak mampu. Hal ini dikarenakan banyaknya kasus gangguan kesehatan degeneratif yang akhirnya membuat miskin sebuah keluarga. Misalnya penyakit seperti kanker, gagal ginjal atau jantung yang dialami oleh keluarga level menengah mampu membuat keluarga tersebut menjadi miskin karena proses pengobatan yang lama dengan biaya mahal. “Oleh sebab itu ada baiknya jika kemiskinan dalam hal kesehatan dimaknai berbeda,†tandasnya.
Sugeng menyebutkan hingga saat ini terdapat sekitar 942.000 penduduk DIY atau 29 persen warga yang dijamin oleh Jamkesos. Sedangkan penjaminan dengan Jamkesda DIY sebanyak 320.000. Meskipun begitu masih saja terdapat data masyarakat yang tercecer meskipun telah dibantu melalui jaminan kesehatan dari pemerintah kabupaten/kota. “Jadi, sejauh belum ada amandemen UU Nomor 32 tahun 2004 yang juga berisi keharusan daerah mengembangkan jaminan sosial, kami merasa pemerintah daerah baik provinsi, kabupaten atau kota masih memiliki wewenang melakukan penjaminan kesehatan bagi warganya diluar Jamkesos, meski nantinya akan diberlakukan BPJS,†ujarnya.
Sementara Sekretaris Eksekutif Kebijakan Pembiayaan dan Asuransi Kesehatan Fakultas Kedokteran UGM Dyah Ayu Puspandari mengatakan pelaksanaan sistem Jaminan Kesehatan Sosial (Jamkesos) yang berlaku saat ini dinilai belum bisa sepenuhnya menjamin kesehatan masyarakat miskin dan tidak mampu di Indonesia. Oleh karena itu, sangat perlu dilakukan pengintegrasian sistem yang dilakukan oleh pemerintah pusat dengan pemerintah daerah.
“Yang terjadi adalah pelaksanaan sistem Jamkesos yang diinginkan pusat dan yang telah dilaksanakan daerah sering tidak cocok. Buktinya masih banyak ketidakcocokan data penerima Jamkesos. Karena itu pemerintah pusat dan pemerintah daerah rasanya perlu duduk bersama membicarakan implementasi sistem Jamkesos†terangnya.
Menurutnya instrumen sistem Jamkesos di Indonesia sebenarnya sudah baik, hanya perlu membuat pelaksanaannya menjadi benar dan adil. Selain integrasi pemerintah pusat dan daerah, menurutnya peran aktif masyarakat dibutuhkan. Masyarakat dapat berperan sebagai pengawas pelaksanaan untuk melakukan kroscek terhadap data penerima Jamkesos.
Diah menegaskan untuk penerima Jamkesos seharusnya memang berasal dari keluarga miskin dan tidak mampu. Namun hal ini perlu juga diamini oleh masyarakat setempat agar data yang diserahkan ke pusat dari daerah benar-benar valid. “Jadi data tidak hanya by name by address, tapi juga by fact,†jelasnya.
Sementara terkait penambahan kuota Jamkesos yang akan ditetapkan pemerintah pusat pada 2014 mendatang Diah menilai bahwa persoalan kuota bagi tiap daerah seperti sudah menjadi angka baku bagi pemerintah pusat. “Kuota harusnya hanya dianggap sebagai estimasi jumlah penerima Jamkesos saja, buka angka fix. Dengan begitu dapat dilakukan realokasi kuota dari daerah yang memiliki kuota lebih ke daerah yang kekurangan kuota. Ini jelas lebih adil dari pada menganulir warga miskin dari data Jamkesos akibat melebihi kuota atau mengakui warga mampu sebagai warga miskin karena kuota berlebih,†urai Diah.(Humas UGM/Ika)