YOGYAKARTA-Mahasiswa Fakultas Biologi UGM, Budi Santoso Sitoputra berhasil meraih juara 1 Olimpiade Sains Nasional Pertamina 2012 untuk Kategori Teori Bidang Biologi yang berlangsung 25-30 November lalu di Jakarta. Di tingkat nasional Budi berhasil menyisihkan 6 pesaing lainnya yang berasal dari UI, Universitas Udayana, Universitas Lambungmangkurat, Universitas Negeri Makasar dan UPI Bandung. Dengan hasil yang diraih ini Budi memperoleh piala, piagam penghargaan dan uang pembinaan sebesar delapan juta rupiah. Sementara itu untuk peringkat kedua dan ketiga diraih mahasiswa dari Universitas Udayana dan UI.
“Senang mas karena sebelumnya tidak menyangka berhasil menjadi juara 1,â€kata Budi, Selasa (4/12).
Budi meraih prestasi gemilang ini setelah di tingkat nasional berhasil menyelesaikan sejumlah soal esai dan presentasi makalahnya yang berjudul Ancaman Bahaya Dioksin Bagi Lingkungan Biodiversitas dan Kesehatan di Indonesia di hadapan dewan juri.
Persaingan ke tingkat nasional pada kompetisi tersebut menurut Budi tidaklah ringan. Di tingkat propinsi untuk kategori Biologi ia harus bersaing dengan 180 peserta lainnya se-DIY. Setelah itu kemudian diambil 9 besar tingkat propinsi yang terdiri dari 4 mahasiswa Biologi UGM, 1 mahasiswa Teknologi Pertanian UGM, 3 mahasiswa Fakultas Kedokteran UGM dan 1 mahasiswa dari UNY. Dari seleksi di tingkat propinsi ini akhirnya ia berhasil lolos untuk maju ke tingkat nasional.
“Total peserta dari semua kategori baik Matematika, Fisika, Kimia dan Biologi sekitar 800 peserta. Untuk Biologi pesertanya sekitar 180 orang waktu itu,â€ujar mahasiswa kelahiran Sleman, 25 Oktober 1991 itu.
Budi yang juga terpilih sebagai peserta terfavorit ini mengatakan judul makalah yang dipresentasikannya cukup relevan dengan kondisi yang terjadi saat ini, yaitu tentang bahaya dioksin sebagai polutan. Menurut Budi dioksin sebagai polutan terutama untuk jangka panjang akan berbahaya bagi lingkungan maupun kesehatan manusia. Ia mencontohkan bahaya dari pembakaran sampah terbuka maupun produksi herbisida yang biasa dipergunakan untuk pembasmi hama/gulma.
“Kebetulan saya mengangkat tema tentang dioksin. Sedangkan dua pesaing lain mengambil tema mengenai tempe dan biofuel,â€urainya.
Dengan kondisi itu, kata Budi, yang harus segera dilakukan pemerintah saat ini adalah dilakukannya analisis resiko dan penentuan ambang batas dioksin. Di Indonesia standar ambang batas dioksin itu belum ada.
“Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan dan Lingkungan Hidup sebagai ujung tombaknya,â€pungkas Budi yang bercita-cita ingin menjadi ilmuwan ini (Humas UGM/Satria AN).