Keberadaan Tenganan sebagai desa adat adalah fenomena yang menarik dalam peta kebudayaan Indonesia hingga saat ini. Memandang Tenganan Pegringsingan dengan melihat ritual Usaba Sambah sebagai aktivitas rutin yang dilakukan selama sebulan penuh dalam setiap tahun menjadi tujuan utama penelitian Citra Aryandari, M.A,dosen Jurusan Etnomusikologi, Institut Seni Indonesia, Yogyakarta.
Citra menuangkan hasil penelitian tersebut dalam desertasi “Ritual Usaba Sambah: Sebuah Babak Dalam Kehidupan Masyarakat Tenganan Pegringsingan, Baliâ€. Iapun mempertahankan hasil penelitiannya pada ujian doktor UGM yang berlangsung di University Center, Senin (10/12).
Melalui pendekatan performance studies, secara khusus Citra mendiskripsikan dan menganalisa secara mendalam ritual Usaba Sembah yang terus berlangsung dan masih terjaga hingga saat ini. “Kerja keras leluhur orang Tenganan membuahkan hasil, terbukti sampai sepuluh abad kondisi wilayah Tenganan tidak jauh berbeda dengan yang tertulis pada lontar berdasar legenda yang ada,â€paparnya.
Sayang, ketika orang Tenganan mulai berkenalan dengan pariwisata secara intensif sejak tahun 1960-an, kehidupan orang-orang didalamnya menjadi berbeda. Pemenuhan kebutuhan hidup tidak lagi berasal dari hasil kekayaan alam yang diturunkan nenek moyang, namun juga datang dari orang luar yang singgah di Tenganan sebagai Turis.
Meski begitu, kata Citra, ada ataupun tidak turis yang datang tidak mempengaruhi orang Tenganan dalam melakukan ritual secara rutin. Orang Tenganan adalah pemilik modal material berupa lahan ladang yang luas, yang hasilnya mampu mencukupi kebutuhan hidup dan ritual yang diselenggarakan sepanjang tahun.
Namun, keberadaan turis menyebabkan ritual menjadi sangat mewah dan megah. Salah satunya dalam Usaba Sambah ritual terbesar yang dilakukan selama satu bulan, seperti Mekare-kare atau perang pandan yang hadir sebagai ritus yang mengidentifikasikan Tenganan menjadi semakin ‘ganas’, untuk mengesankan keberanian orang Tenganan. “Sandiwara tersebut dipentaskan dengan ‘sempurna’ untuk turis dan orang Tenganan sendiri,â€jelasnya.
Citra menuturkan Usaba Sambah adalah ritus yang dipuja sesuai kepercayaan masyarakat yang tertera dalam awig-awig, dan kini telah menjadi agenda pariwista Kabupaten Karangasem. Dari segenap aktivitas yang ditampilkan selama satu bulan dalam Usaba Sambah ditarik kesimpulan bahwasanya kegiatan makan, perang dan seks dianggap utama dalam ritus ini.
“Pendeklarasian kedewasaan dewa disimbolkan dengan aktivitas makan bersama disetiap ritual, perang sebagai puncak acara merupakan wahana berinteraksi masyarakat Tenganan secara luas, dan seks dalam pengertian hubungan Truna dan Daha yang dikonstruksi oleh ritus menjadikan praktek budaya di Tenganan masih berlangsung hingga kini,â€tutur Citra yang dinyatakan luluas doktor UGM Program Studi Pengkajian Seni Pertunjukan dan seni Rupa. (Humas UGM/ Agung)