YOGYAKARTA-KAGAMA (Keluarga Alumni Universitas Gadjah Mada) optimis Indonesia dapat menjadi pusat peradaban dunia baru masa depan. Syaratnya, Indonesia harus melalui tiga krisis terlebih dulu, yaitu krisis identitas, krisis persatuan, dan krisis tindakan nyata. Hal ini dikemukakan oleh Anggota Dewan Pertimbangan Organisasi (DPO) PP. KAGAMA, Prof. Dr. dr. Sutaryo, Sp.A(K). di sela-sela persiapan Seminar Nasional Indonesia Dalam Percaturan Global Menyongsong Pergeseran Peradaban Dunia, Selasa (11/12) di Wisma KAGAMA.
“Disamping itu masyarakat Indonesia harus bersatu dan bergotong-royong jika ingin menjadi pusat peradaban dunia,â€kata Sutaryo.
Ia menjelaskan terkait krisis identitas KAGAMA mengajak seluruh elemen masyarakat untuk kembali melaksanakan Pancasila dan UUD 1945. Langkah ini dinilai akan mampu menegakkan kembali semangat berdikari di bidang politik, bedikari dalam bidang ekonomi, dan berkepribadian dalam bidang kebudayaan.
“Krisis persatuan diselesaikan melalui pendekatan kebudayaan,â€imbuhnya.
Musuh utama bangsa Indonesia saat ini, imbuh Sutaryo, adalah perpecahan internal karena egoisme kedaerahan, golongan dan agama. Menurut Sutaryo impian Indonesia menjadi pusat peradaban baru dunia bukanlah mengada-ada. Sejarah telah membuktikan.
Sutaryo mencontohkan pada era Mataram Hindu-Budha maupun jaman kerajaan Majapahit dan Sriwijaya, Indonesia pernah menjadi pusat peradaban dunia. Di jaman modern, selama hampir 20 tahun, Indonesia pernah menjadi pelopor dalam Gerakan Non Blok yang mempunyai anggota 101 negara non blok di dunia.
“Waktu itu angkatan perang Indonesia termasuk disegani di Asia di era tahun 1960-an,â€terang Sutaryo.
Ketua DPP KAGAMA, Prof. Dr. Ir. Sunjoto, DIP., HE., DEA., menambahkan untuk menjadi pusat peradaban baru dunia Indonesia memiliki posisi tawar yang besar melalui sumber daya alam yang dimiliki. Sayangnya, posisi tawar tersebut tidak dimanfaatkan sebaik mungkin oleh pemerintah.
“Contohnya kasus Freeport. Indonesia dalam posisi merugi sejak Freeport masuk,’kata Sunjoto.
Sunjoto mengatakan sebagai negara maritim Indonesia telah melupakan jati dirinya. Padahal, sejarah telah menunjukkan bahwa sejak jaman Sriwijaya dan Majapahit, Indonesia pernah menguasai maritim sejagad dan menempatkannya sebagai ujung tombak.
“Pesan moralnya adalah kita bisa maju melalui pembangunan maritim maupun agraris,â€tuturnya.
Sementara itu akan hadir pada seminar nasional Indonesia Dalam Percaturan Global Menyongsong pergeseran Peradaban Dunia, Jumat, 14 Desember 2012 di Grha Sabha Pramana (GSP), yaitu Slamet Soebijanto (Mantan KSAL), Sri Sultan HB X, Djauhari Oratmangun (Dubes RI untuk Rusia), Sinyo H. Sarundajang (Gubernur Sulut), serta Ainun Na’im (Sekjend Kemdiknas) (Humas UGM/Satria AN)